Jumat, 31 Desember 2021

Hari Terakhir 2021


Entahlah, tiba-tiba saja kini sudah hari terakhir tahun 2021. Tahun kedua masa pandemi yang belum benar-benar usai sejak 2020 lalu. 

Bersyukur belaka apa pun yang telah terjadi. Berharap masih ada hal-hal yang lebih apik pada tahun baru nanti.

(LSP)


 

Senin, 27 Desember 2021

Tenggelam dalam Lamunan

Desember kembali menggugurkan musim. Hujan turun tak terlalu deras. Tetapi cukup untuk membuat setiap orang tenggelam dalam lamunan. Tak bertumpu. Pikiranku berkelana mencari rumah untuk pulang.

(Risda Nur Widia dalam cerpen Wangi Daun Semanggi) 

Jumat, 24 Desember 2021

Tiga Kuda dan Ratu Nefertiti Dimuat di Minggu Pagi



Entah sudah berapa lama Tiga Kuda dan Ratu Nefertiti terpajang di sana, tapi baru beberapa bulan lalu terpikir untuk menggali riwayat eksistensi mereka hingga terwujudlah sebuah cerita pendek.

Syukurlah, cerpen Tiga Kuda dan Ratu Nefertiti akhirnya dimuat di Minggu Pagi No.38 Th.74 Minggu IV Desember 2021.

Sabtu, 18 Desember 2021

Waktu Dapat Merecoki

Manusia boleh bertekad untuk mempertahankan apa yang diyakininya baik. Namun, waktu dapat merecoki, mengubah sesuatu yang semula pas menjadi bermasalah.

(Putu Wijaya dalam cerpen Eng Ing Eng) 

Rabu, 15 Desember 2021

Alasan Melakukan Percakapan


Hasrat untuk menyampaikan sesuatu jelas bukan satu-satunya alasan manusia melakukan percakapan. Tak kalah penting adalah kebutuhan untuk memenuhi rasa ingin tahu, keinginan untuk membuka tabir misteri.

(Eka Kurniawan dalam Teman Ngobrol, Sebuah Catatan atas Cerpen-cerpen Umar Kayam) 

Senin, 13 Desember 2021

Tenang dan Anggun


Orang harus anggun dalam tindak-tanduk dan postur mereka, sebab kata itu sinonim dengan cita rasa yang bagus, keluwesan, keseimbangan, dan keselarasan. Sebelum mengambil langkah-langkah paling penting dalam hidup kita, kita mesti tenang dan anggun.

(Paulo Coelho)


Minggu, 12 Desember 2021

Ingatan Itu Aneh



Ingatan itu aneh, ya? Semakin banyak pengetahuan, semakin banyak yang kita dapatkan, tapi kita malah melupakan detailnya.

(Kyoko Okitegami - Memorandum of Kyoko Okitegami)

Memorandum of Kyoko Okitegami (Kyoko Okitegami no Biboroku) adalah film seri komedi-misteri-romantis yang disiarkan oleh Waku-Waku Japan.

Sabtu, 11 Desember 2021

Orang Apes

Ada orang yang selalu apes dalam segala hal. Bagaimana bisa kujelaskan? Maksudku, ada yang nahas bertubi-tubi -tiga kali jatuh, dua puluh kali jatuh, malah- tapi akhirnya baik-baik saja.

(Alice Munro dalam cerpen Harga Diri) 

Rabu, 08 Desember 2021

Tanda Kekerasan dalam Keseharian

Tidak bisa tidak, orang kini bisa melihat tanda-tanda kekerasan itu dalam keseharian, kekerasan yang mengendap-ngendap di ceruk terdasar pikiran kita. Kadang saya cemas, kalau-kalau sesuatu dari masa lalu itu bangkit kembali.

(Haruki Murakami)

Senin, 06 Desember 2021

Membaca Buku Menggugah Kesadaran

Membaca buku adalah membaca kemungkinan-kemungkinan, menafsir berbagai tanda dan pesan, bahkan peristiwa-peristiwa, yang kemudian dapat menggugah kesadaran akan penciptaan-penciptaan. Dan yang tak boleh ketinggalan, perihal kemanusiaan mestinya tetap mengisi di bentang-bentang kebudayaan.

(Budhi Setyawan - penyair) 

Selasa, 30 November 2021

Selamat Jalan Bung Bens Leo

 

"Wartawan itu kayak musisi yang mencipta lagu, menulis harus dengan hati. Ada ruhnya," pesan Tonny Koeswoyo sambil memegang dadanya.

(Sambutan Bens Leo dalam buku Kisah dari Hati KOES PLUS karya Ais Suhana).


Selamat jalan, Bung Bens Leo (8 Agustus 1952 - 29 November 2021). Semoga mendapat tempat terindah di alam sana.

Minggu, 28 November 2021

Analisis Cerita Pendek "Gadis yang Suka Meminjamkan Buku"


Ada sekelompok anak SMA yang mengerjakan tugas sekolahnya dengan membuat analisis cerpen "Gadis yang Suka Meminjamkan Buku" karya saya yang pernah dimuat di kompas.id tempo hari. Terima kasih, ya.

Sabtu, 27 November 2021

Aku Memilih Hidup

Aku memilih hidup. Aku memilih sedikit jatah Kebaikan yang dialokasikan untukku, dan mungkin ada sesuatu yang bisa disebut Yang-Baik. Tak ada yang bisa membuktikan, tapi barangkali saja memang ada Tuhan yang menyaksikan segala sesuatu.

(Jostein Gaarder dalam novel Gadis Jeruk) 

Rabu, 24 November 2021

Jika Ku Mati


Jika ku mati, 

cari aku bukan di kuburan, 

tapi di hati orang-orang.


(Jalaluddin Rumi)

Senin, 22 November 2021

Selamat Jalan Ibu Corijati


Selamat jalan untuk Nyi Corijati Mudjijono, ibu pamong kesayangan kami di Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. 

Terima kasih untuk semua kasih sayang Ibu kepada kami.

Semoga mendapat tempat terindah yang tansah berlimpah rahmat Allah. 



Rabu, 17 November 2021

Seniman Tidak Tunggal

Seniman memang tidak tunggal. Masing-masing orang punya proses, pengalaman personal, dan filosofi dalam berkarya. Justru hal semacam itu selalu membuat dunia seni tumbuh penuh warna.

(Puthut EA dalam buku Mengantar dari Luar) 

Senin, 15 November 2021

Jarak

                                                      puisi karya Gunawan Maryanto


jarak hanya bisa membuatmu melihat

jangan harap bisa terlibat

kebahagiaan--kesedihan berlangsung di kejauhan

--tak lagi mendebarkan

di tempat ini kau tak perlu jam tangan

hanya ingatan, sedikit ingatan


(Jogja, 2005)

Sabtu, 13 November 2021

Terjerat Anomali Dimuat di nongkrong.co

 


Andaikata terdapat suatu tempat yang biasanya membuat kebanyakan orang merasa tenteram jiwanya dan nyaman sanubarinya, justru menjadikan seseorang sangat gelisah dan tidak betah, pertanda apakah gerangan?  Cerpen saya bisa disimak di 

https://nongkrong.co/cerpen/terjerat-anomali.html 

Sabtu, 06 November 2021

Orang Yogya Menyebutnya Patrap

Pengetahuan tidak bisa diketahui kebenarannya kalau tidak terletak pada koordinat ruang dan waktu yang tepat. Orang Yogya menyebutnya patrap.

Salah satu yang semakin hilang dari manusia, masyarakat, dan bangsa kita adalah kesadaran tentang patrap. Gemah ripah loh jinawi hanya bisa dicapai kalau proses perjuangannya diletakkan dan setia pada patrap-nya. Pengetahuan manusia Indonesia dan Yogya modern saat ini tentang kebenaran, kebaikan, dan keindahan sudah sangat melimpah, tetapi belum disertai pengelolaan patrap.

(Emha Ainun Nadjib dalam buku Apa yang Benar, Bukan Siapa yang Benar)

Rabu, 03 November 2021

Manusia dan Pengetahuan Semesta

Manusia lahir seharusnya ia terus langsung berhadapan dengan alam semesta. Wajib baginya memeluk suatu pengetahuan semesta, tentang hakikat penciptaan, tentang ketuhanan. Sedang soal filsafat, tatanegara ataupun kesenian dalam genggaman tangan dengan sendirinya setelah pengetahuan semesta dicapai.

(Danarto dalam cerpen Nostalgia) 

Selasa, 02 November 2021

Pikiran Seragam

Semua pikiran harus seragam. Apalagi di tengah situasi wabah seperti ini. Tak boleh ada yang membuat bingung. Meski pada kenyataannya justru pemerintah sendirilah yang kerap membuat bingung, bukan?

(Agus Noor dalam Kisah-Kisah Kecil & Ganjil) 

Minggu, 24 Oktober 2021

Menjelang Pernikahan Adik Perempuanku


Sebentar lagi, keluarga kami memiliki hajat besar. Bapak dan Ibu akan menikahkan Vina, adik bungsuku sekaligus satu-satunya anak perempuan orangtuaku. Untuk sementara kutinggalkan Jakarta agar bisa kubantu persiapan acara keluarga yang tak biasa di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Bagi Bapak dan Ibu, pernikahan Vina di hari Minggu nanti merupakan kesempatan tunggal bagi mereka mengadakan acara mantu, jadi kami sangat serius mempersiapkan semua hal, tentunya agar acara tersebut berlangsung mulus sesuai asa bersama.

Sehari sebelum pernikahan adikku, tepatnya pada Sabtu pagi, sebuah berita duka kami terima. Pakde Parto, kakak tertua ibuku -yang sudah sakit parah selama dua tahun terakhir- tutup usia. Beliau wafat ketika fajar menyingsing dan akan langsung dimakamkan siangnya karena semua anak cucu Pakde Parto kebetulan sudah berkumpul. Mereka datang sebenarnya untuk menghadiri pernikahan adikku keesokan harinya. Kota tempat tinggal Pakde Parto dan kota kami sendiri terpisah jarak belasan kilometer belaka.

”Mungkin ibumu jangan diberitahu dulu, demikian pula Vina,” usul Mbak Runi ketika memberi kabar padam nyawanya sang ayah lewat telepon.
”Iya Mbak, lebih baik begitu. Saya mewakili keluarga besar Bapak turut berduka atas wafatnya Pakde Parto. Mohon maaf, kami mungkin tak sempat melayat”
”Kami maklumi kalian yang tak bisa datang. Sekarang mending kamu urus persiapan pernikahan Vina. Sampai jumpa besok ya, Dik.”

Betapa tidak nyamannya perasaanku. Pakde Parto berakhir riwayat hidupnya, tapi Ibu yang merupakan adik kandung almarhum malah belum tahu. Padahal sejumlah kerabat yang berada di rumah kami sudah mengerti kabar itu. Kuminta mereka semua agar merahasiakan berita duka tersebut agar tidak sampai ke telinga Ibu maupun Vina. Kekhawatiran Mbak Runi memang beralasan lantaran ibuku memiliki penyakit jantung. Sebuah kejutan tak menyenangkan manakala tengah menyambut acara membahagiakan putri bungsunya, bisa saja mempengaruhi kondisi kesehatan Ibu. Demikian pula dengan Vina yang mesti dijaga agar konsentrasinya tak buyar menjelang hari istimewanya. Aku tahu, ia memiliki hubungan yang hangat pula dengan pakdenya. Kendati kecewa tak bisa mendatangi pemakaman Pakde Parto, tapi aku paham, tanggung jawabku tak ringan demi menjamin kelancaran hajat besar keluarga kami.

***
Lantaran Vina menikah mendahului Dino, salah satu kakaknya, maka ada upacara menyerahkan pelangkah sesuai dengan adat Jawa. Namun sehabis acara tersebut dilaksanakan, Dino kemudian pergi tanpa pamit. Ia menghilang begitu saja dari rumah.
”Bagaimana ini, Mas? Tidak ada yang tahu, Dino pergi ke mana,” ucap Beni adikku menjelang acara midodareni.
”Dino sudah dewasa, Ben. Tak usahlah kita terlalu memikirkan dia. Aku percaya, dia bisa jaga diri. Besok pagi ketika Vina menikah, dia pasti sudah pulang,” sahutku mencoba menenangkan Beni.

Beberapa saat setelah acara midodareni usai, Dino tetap belum terlihat batang hidungnya. Tiba-tiba Bapak memanggilku dengan raut wajah tegang.
”Ada apa, Pak? Baru saja Bapak terima telepon dari siapa?” tanyaku.
”Itu tadi dari kantor polisi. Adikmu Dino ada di sana,” sahut Bapak agak berbisik.

Ternyata Dino berada di tempat itu karena -menurut keterangan polisi- ia mabuk dan telah menabrak orang di jalan. Ah, ada-ada saja peristiwa yang terjadi menjelang pernikahan Vina besok pagi.
”Tolong, kamu jemput adikmu, ya. Kata polisi, dia boleh dibawa pulang, asal ada jaminannya,” kata Bapak lagi.
”Baiklah, Pak. Serahkan saja urusan Dino pada saya. Oh ya, tolong Bapak jaga Ibu agar tidak sampai tahu masalah ini,” ujarku. Bapak pun menganggukkan kepalanya.

Bergegas saja aku beranjak pergi bersama Beni dan Om Narso -adik kandung Bapak- menuju kantor polisi. Moga-moga kami bisa melakukan negosiasi dengan mereka agar Dino bisa pulang selekasnya.
”Ben, kamu tahu Dino sedang ada masalah apa?” tanyaku pada Beni di dalam mobil.
”Tidak tahu, Mas. Cuma beberapa hari ini, dia kelihatan lebih pendiam,” sahut Beni.
”Apa dia sebelumnya sering mabuk?”
”Sepertinya terakhir sekitar dua minggu lalu, waktu habis putus dengan pacarnya. Begitu yang saya dengar dari Ibu.”
”Apa mungkin dia sebenarnya kurang ikhlas, karena adiknya menikah mendahului dirinya?” tanya Om Narso.
”Mungkin saja, Om,” ucapku.
”Om hanya berpesan agar kalian jangan memarahi Dino. Biarkan dia nanti pulang dengan hati nyaman. Dia mungkin merasa kurang mendapat perhatian saja.”

Aku dan Beni mengiyakan apa kata Om Narso. Dalam hati kucoba memaklumi kelakuan adikku. Usia Dino hanya setahun lebih tua daripada Vina, sementara Vina satu-satunya anak perempuan, sehingga otomatis menjadi sosok paling istimewa di keluarga kami. Barangkali tanpa sengaja, baik Bapak dan Ibu, bahkan aku maupun Beni, sudah sering bersikap diskriminatif terhadap mereka sedari Dino dan Vina masih kecil. Ketika kedua bocah itu dahulu bermain bersama, lalu Vina menangis, maka Dino selalu disalahkan dan menjadi sasaran kemarahan kami. Seiring waktu, Vina lantas melanjutkan kuliah di Yogyakarta, sementara Dino memutuskan bekerja di bengkel sepeda motor sesudah lulus dari SMK. Seusai merampungkan kuliahnya, Vina bekerja di Jakarta, dan tak lama kemudian bertemu dengan jodohnya. Sementara itu, tempat Dino bekerja tidak banyak pelanggannya, jadi kadang ia bagaikan seorang penganggur belaka. Maklumlah, kota tempat tinggal orangtua kami memang tak terlalu besar. Lalu dalam soal asmara, mesti berkali-kali pula Dino patah hati.

Bukannya aku tak pernah mencoba membantu adikku. Aku sempat mengajaknya tinggal bersamaku supaya bisa bekerja di Jakarta. Dino tak mau, karena ia kasihan pada orangtua kami yang usianya semakin menua. Memang hanya dirinya yang masih tinggal bersama mereka. Beni dan keluarganya telah memiliki rumah sendiri, meski masih berada di kota yang sama. Kuhargai pilihan Dino, apalagi alasannya adalah berhasrat menjadi anak yang berbakti pada Bapak dan Ibu.

Sesampainya di kantor polisi, perlu waktu hampir dua jam sebelum kami akhirnya diperbolehkan membawa pulang saudara kami. Orang yang ditabrak Dino dengan sepeda motornya -menurut polisi- hanya mengalami luka ringan. Adikku sendiri mendapatkan luka yang tidak seberapa di wajah, dada, tangan, maupun kakinya. Beruntunglah Dino, lantaran pihak keluarga korban tak ingin membawa insiden tersebut ke ranah hukum. Mereka meminta penyelesaian masalah ganti rugi dilakukan secara kekeluargaan belaka tanpa tergesa-gesa.

”Apa yang akan kau katakan, jika Ibu melihatmu seperti itu?” tanyaku di dalam mobil yang membawa kami berlalu dari kantor polisi.
”Saya naik motor dan tabrakan di jalan. Apa lagi yang mesti saya bilang, Mas?” sahut Dino dengan raut wajah datar.
”Dino, apa kau tidak sadar sudah bikin susah banyak orang?” ucap Beni dengan suara agak keras. Ia tampak geregetan melihat sikap adiknya yang seolah tak merasa bersalah.
”Ben, yang penting malam ini Dino bisa pulang,” kataku yang berada di belakang kemudi. Beni duduk di sampingku, sementara Dino di kursi belakang bersama Om Narso.
“Dino, jika boleh Om menyarankan, nanti sampai rumah, kau bersedia kan, mandi dan segera tidur? Oh ya, kamu sudah makan belum?” Om Narso ikut bersuara.

Dino ternyata belum makan, sehingga kami memutuskan mampir di sebuah warung tenda yang masih buka di seputar alun-alun. Rasanya kami memang perlu menenangkan hati masing-masing sebelum kembali ke rumah.
”Mas Rano, Mas Beni, dan juga Om Narso, saya minta maaf. Seharusnya sejak sore tadi, saya tak perlu ke mana-mana,” ujar Dino setelah rampung makan mie ayam dan minum teh hangat. Kami bertiga sempat saling menatap, lantas tersenyum bersama menyikapi kata-kata Dino.
”Ya, sudahlah. Masih kau ingat kan, apa saran Om Narso tadi?” tanyaku.
”Iya, Mas. Terima kasih ya, kalian bertiga sudah mau menjemput saya sehingga bisa tidur di rumah malam ini,” sahut Dino sambil tersenyum.

Aku lega, kami bisa pulang dengan hati yang lebih tertata. Setibanya di rumah, Dino bersedia melakukan saran paman kami. Syukurlah, Ibu sudah masuk ke kamarnya, setelah sempat menemani Vina terjaga sampai pukul dua belas malam. Kulihat waktu menunjukkan jam satu lebih sepuluh menit dini hari. Masih ada beberapa kerabat kami yang terjaga di depan rumah.

***


Hari pernikahan adik perempuanku tiba. Segala sesuatunya berlangsung mulus tanpa aral gendala. Aku sebenarnya sempat khawatir, ketika melihat Ibu pagi-pagi bertanya pada Dino tentang wajahnya yang memar.
”Ibu tidak usah cemas. Tadi malam saya hanya jatuh dari motor,” sahut Dino.
Ibu tampak mengangguk dan menyibukkan diri lagi. Perasaanku kembali tidak tenang kala melihat putra-putri almarhum Pakde Parto datang. Tapi tampaknya Mbak Runi tahu mesti menjawab apa, jika Ibu menanyakan kabar ayahnya.

Sekian jam kemudian, ketika malam menjelang, kami sekeluarga tengah berkumpul di dalam rumah. Pada intinya, kami mensyukuri hajat besar keluarga dapat berjalan lancar. Bapak kemudian memintaku menceritakan apa yang terjadi sehari sebelum adik perempuanku bersanding di pelaminan.

”Ibu, sebelumnya kami mohon maaf. Ada sesuatu yang terjadi kemarin, tapi Ibu mungkin belum tahu,” kataku yang berusaha berhati-hati sekali menyusun kalimat.
”Apa maksudmu, Nak?” tanya Ibu.
”Mmm… Ini tentang Pakde Parto.”
“Hah, pakdemu kenapa?”
“Semoga Ibu bisa kuat dan sabar mendengar kabar ini. Pakde Parto kemarin sudah meninggalkan kita semua.”

Serta merta pecahlah suara tangisan Ibu. Mataku ikut berkaca-kaca menatap reaksi ibuku. Beliau tampak terpukul mendengar berita kepergian kakak sulungnya. Kami berusaha menenangkan kegalauan hati Ibu. Bapak lekas saja memeluk istrinya dan mengelus-elus punggungnya. Yang tidak kuduga, beliau ternyata memiliki firasat tersendiri tentang wafatnya Pakde Parto.

”Menjelang bangun tidur subuh tadi, Ibu sempat bermimpi didatangi Pakde Parto. Beliau hanya tersenyum, jadi Ibu mengira kondisinya baik-baik saja. Ternyata, mungkin itulah salam perpisahan dari beliau,” ujar Ibu yang masih berurai air mata.

Esok harinya, kami sekeluarga berziarah ke makam saudara tertua Ibu, setelah sebelumnya mengunjungi rumah keluarga Pakde Parto. Ibu berusaha mengikhlaskan diri menerima takdir Ilahi atas kakaknya. Yang paling penting, tiada masalah berarti selama acara pernikahan Vina kemarin. Tentang insiden yang terjadi pada Dino, biarlah nanti Bapak saja yang menceritakannya pada Ibu di lain waktu.

TAMAT

# Cerpen ini dimuat di Lampung Post Minggu, 20 Juli 2014.

Sabtu, 23 Oktober 2021

Orang Menyebalkan Menguji Kesabaran

 

Misale wae ono lomba mbrebegi tanggane sisan karo gawe mangkel tanggane, sisih kulon omahku pantes banget dadi juwarane. #statuswongmengkelningorabisombengok

Misalnya saja ada lomba membuat gaduh sekaligus membuat marah tetangganya, sebelah barat rumah saya pantas sekali menjadi juaranya.

#statusorangmarahtapitakbisaberteriak


Menurut Henry Manampiring : "Tidak semua orang bisa menjadi manusia yang berguna, tetapi semua orang seharusnya bisa menjadi manusia yang tidak menyebalkan." 

Namun, barangkali orang-orang menyebalkan justru berguna untuk menguji kesabaran orang lain.

(Status di Facebook)

Selasa, 19 Oktober 2021

Kalimat Singkat Sarat Makna


Salah satu keistimewaan Nabi Muhammad saw adalah anugerah Allah kepada beliau berupa kemampuan menyampaikan kalimat-kalimat singkat sarat makna, atau beliau namai Jawami' al-Kalam. Berikut penulis singkat sebagian darinya.

Nilai suatu amal sesuai dengan niat perilakunya.

Tinggalkan yang meragukanmu menuju yang tidak meragukanmu.

Sebaik-baik hal adalah moderasi.

Meninggalkan keburukan adalah sedekah.

Pertolongan datang setingkat dengan usaha.

Perjalanan adalah sekeping penderitaan.

Salah satu bukti baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan yang bukan urusannya.


(M. Quraish Shihab - Yang Sarat & Yang Bijak)


Senin, 18 Oktober 2021

Yang Tepat Tak Pernah Ada

 

tapi yang tepat itu tak pernah ada, kan? dunia hanya 

menyediakan kira-kira. rangkaian kekeliruan demi

kekeliruan--dan kita selalu keliru menangkapnya.


(Gunawan Maryanto dalam puisi Cinta yang Mencurigakan)

Sabtu, 16 Oktober 2021

Ayat Suci Petunjuk Orang Hidup

Ayat suci bukan untuk orang yang telah mati. Tetapi untuk petunjuk bagi orang yang masih hidup. Ayat itu dibaca dan diamalkan, menjadi pedoman bagi kita dan bekal untuk menolong hidup setelah mati. 

(Hamsad Ramgkuti dalam cerpen Ayahku Seorang Guru Mengaji)