Jumat, 27 Desember 2024
Senin, 23 Desember 2024
Jumat, 20 Desember 2024
Kamis, 19 Desember 2024
Jumat, 13 Desember 2024
Senin, 09 Desember 2024
tetap tak mengerti
Aku toh tetap tak mengerti, kapan akhir takdirku di muka bumi tiba.
(dikutip dari cerpen satu dekade berselang )
Jumat, 06 Desember 2024
Kamis, 05 Desember 2024
Jumat, 29 November 2024
Jumat, 22 November 2024
Senin, 18 November 2024
masih ada hal baik
alhamdulillah, masih bisa ketemu lagi dengan saudara-saudara dekatku. alhamdulillah, masih ada hal-hal baik yang terjadi dalam hidupku.
Jumat, 15 November 2024
Selasa, 12 November 2024
Senin, 11 November 2024
mimpi mati
aku mimpi hampir mati dalam tidurku semalam. mungkin itu pertanda hidupku di dunia memang sebentar lagi berakhir. ketiadaanku akan membuat orang-orang di rumahku merasa lega dan bahagia karena tidak ada lagi orang yang hidupnya tak berguna dan hanya merepotkan orang lain melulu.
Jumat, 08 November 2024
Kamis, 07 November 2024
masih ada yang peduli
alhamdulillah. setelah lima hari libur karena ada masalah koneksi internet, akhirnya hari ini bisa berselancar lagi di dunia maya.
alhamdulillah, masih ada saudara jauh dan teman-teman yang peduli mengingat dan menjenguk hamba yang masih sakit ini.
Jumat, 01 November 2024
Selasa, 29 Oktober 2024
Senin, 28 Oktober 2024
semangat menjaga asa
Tak boleh hilang semangatku menjaga asa dan terus meyakini pertolongan Ilahi bakal hadir senantiasa. Hal-hal positif yang terjadi sehabis ibuku pergi menyadarkanku bahwa bisa jadi itulah jawaban Tuhan atas segala doa perempuan kesayanganku sepanjang hayatnya.
(dikutip dari cerpen membaca jalan pikiran ibu )
Jumat, 25 Oktober 2024
Senin, 21 Oktober 2024
terima kasih jokowi, selamat bekerja prabowo
Jumat, 18 Oktober 2024
Kamis, 17 Oktober 2024
hadapi dengan senyuman
Semua yang terjadi biar terjadi
Hadapi dengan tenang jiwa
Semua kan baik-baik saja
Sudah ditetapkan
Tetaplah sudah
Tak ada yang bisa mengubah
Dan takkan bisa berubah
Bahwa semua yang terbaik
Terbaik untuk kita semua
Menyerahlah untuk menang
Semua yang terjadi biar terjadi
Hadapi dengan tenang jiwa
Semua kan baik-baik saja
Sudah ditetapkan
Tetaplah sudah
Tak ada yang bisa mengubah
Dan takkan bisa berubah
Bahwa semua yang terbaik
Terbaik untuk kita semua
Menyerahlah untuk menang
Semua yang terjadi biar terjadi
Hadapi dengan tenang jiwa
Semua kan baik-baik saja
Sudah ditetapkan
Tetaplah sudah
Tak ada yang bisa mengubah
Dan takkan bisa berubah
Bahwa semua yang terbaik
Terbaik untuk kita semua
Menyerahlah untuk menang
Rabu, 16 Oktober 2024
Senin, 14 Oktober 2024
selamat jalan arya andika widyadana
Jumat, 11 Oktober 2024
Kamis, 10 Oktober 2024
Selasa, 08 Oktober 2024
Senin, 07 Oktober 2024
karya yang rumit bukan karya yang baik
Jumat, 04 Oktober 2024
Kamis, 03 Oktober 2024
Selasa, 01 Oktober 2024
Senin, 30 September 2024
sebatas berdoa
Tentu aku sebatas mampu berdoa, agar memperoleh karunia panjang usia nan mulia dan menjalani sukacita hidup sejahtera. Aku toh tetap tak mengerti, kapan akhir takdirku di muka bumi tiba.
(dikutip dari cerpen satu dekade berselang )
Jumat, 27 September 2024
Rabu, 25 September 2024
cerpen satu dekade berselang
Entah bagaimana caranya mengenyahkan kenangan tentang satu peristiwa yang telah berlangsung satu dekade silam? Apakah mesti kusimpan hal itu ke dalam memori otakku demi alasan tertentu? Namun, senantiasa terbit kegelisahan tertentu tatkala memikirkannya. Tampaknya cukup beralasan, lantaran berhubungan dengan kematian sejumlah orang yang seluruhnya kukenal dengan apik. Bahkan di antara mereka terdapat dua perempuan yang sungguh berarti dalam hidupku, Ibu dan nenekku. Baiklah, kuceritakan saja apa yang sejatinya terjadi, ketimbang sendiri belaka kutanggung seberkas beban. Siapa tahu langkahku selanjutnya di atas buana menjadi lebih ringan. Jadi, peristiwanya adalah mogoknya sebuah mobil di Magelang, ketika kami sedang beranjak pulang ke Yogyakarta dari Banjarnegara, sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Apa yang terjadi jelas berada di luar kendaliku sebagai sang pengemudi.
Pada Minggu petang yang berteman gerimis, kendaraan roda empat milik keluarga kami untuk pertama kalinya mengalami masalah di tengah perjalanan. Mereka yang pergi bersamaku adalah Ibu, Eyang Putri, Eyang Rahmat, dan Pak Purwo. Awalnya, insiden tersebut terjadi di sebuah pertigaan lampu merah di tengah kota Magelang. Ketika lampu hijau menyala, mesin mobil justru mendadak padam.
”Sudah, biar saya yang turun dan mendorong mobilnya,” kata Eyang Rahmat yang semula duduk di sampingku mengambil inisiatif. Beruntunglah, dua orang pengamen berhati mulia serta-merta menghampiri dan bersedia membantu mendorong kendaraan kami. Mesin mobil pun sempat bisa kembali menyala setelah didorong oleh tiga orang berbelok ke arah kiri dari pertigaan lampu merah.
”Semoga mogoknya cukup sekali ini saja,” ujarku yang belum sepenuhnya merasa lega.
Sekitar dua kilometer kemudian, tak lama setelah perempatan lampu merah berikutnya, mobil itu mogok lagi. Aku meminta Eyang Rahmat yang berganti memegang kemudi, sedangkan aku bersama Ibu dan Pak Purwo yang turun untuk mendorong mobil. Ternyata hal itu tidak bisa menjadi solusi.
”Sebaiknya kamu memberitahu keluarga kita di Yogya. Semoga mereka bisa menolong kita,” usul Ibu yang tentu saja dengan selekasnya kulakukan.
Aku sudah menelepon kakakku dengan telepon seluler. Dia bersama suaminya akan berupaya datang ke Magelang dengan segera. Sehabis itu sempat gelisah menghunjam selama berjam-jam, sekadar menanti dalam ketidakpastian. Entah bagaimana caranya melanjutkan perjalanan, sedangkan langit sudah semakin kelam. Namun, pertolongan seketika datang tanpa terduga. Kebaikan hati sejumlah orang yang berdatangan ke arah mobil mogok kami menghadirkan secercah harapan. Mereka mencoba mendorongnya lagi, lalu ada yang mengecek mesinnya, tapi tetap tiada perubahan berarti. Kendaraan itu tetap terpaku, tak bisa dinyalakan mesinnya. Kakakku dan suaminya akhirnya datang dari Yogyakarta. Kehadiran mereka sedikit mengurangi beban kami, kendati mobil kami belum bisa diperbaiki. Mereka membawa nasi bungkus dan teh hangat yang segera dilahap bersama-sama.
Akhirnya aku berinisiatif meminta tolong Mas Pri, mantan kakak iparku yang tinggal di Semarang. Lelaki yang pernah menikahi mendiang kakak sulungku tersebut merupakan teknisi kendaraan bermotor yang memiliki bengkel mobil, jadi kuyakin ia mampu memberikan solusi. Mas Pri kebetulan sedang memiliki waktu luang hingga bersedia meninggalkan kotanya selekas mungkin. Setelah hampir dua jam menunggu kehadirannya, ayah dari keponakanku itu akhirnya menjadi malaikat penyelamat perjalanan kami. Cukup sekian menit ia mengotak-atik onderdil mobil, lantas menyemprotkan sesuatu, dan kendaraan itu mampu kembali menjalani takdirnya membawa kami pulang dengan selamat hingga tujuan. Syukurlah.
Sepuluh tahun telah berlalu sejak peristiwa tersebut. Sepasang perempuan dan dua lelaki tua yang bersamaku menjadi penumpang mobil itu, telah pergi selamanya dari muka bumi kini. Yang pertama tutup usia adalah Eyang Rahmat, hanya sekitar tiga bulan setelah mobil kami mogok di Magelang. Beliau yang merupakan adik kandung nenekku lebih dahulu dirawat di rumah sakit selama sebulan, awalnya karena serangan jantung. Hampir saban hari aku mengantar jemput Ibu yang dengan setia menunggui paman tercintanya yang tidak berkeluarga, sebelum saudara-saudara beliau lainnya berdatangan dari luar kota. Kondisi kesehatannya berangsur menurun hingga mengembuskan napas pamungkasnya pada sebuah Minggu pagi nan sepi. Usianya waktu itu menjelang 70 tahun.
Sesudah itu giliran ibu kandungku padam nyawa tiga tahun kemudian. Semula Ibu mengalami gangguan jantung menurut diagnosa dokter, tapi ternyata salah satu ginjalnya tidak lagi berfungsi normal, berdasarkan pemeriksaan medis lanjutan. Masalah yang terjadi pada ginjal ibuku merupakan efek samping dari obat tekanan darah tinggi yang dikonsumsi Ibu sejak masih muda. Pada sore hari pertama sebuah tahun baru, perempuan yang melahirkanku itu meninggal dunia seusai menjalani cuci darah yang gagal di rumah sakit dalam usia hampir 63 tahun. Berselang tiga bulan kemudian, Eyang Putri pun menyusul putrinya menghadap Ilahi. Sejak ibuku tutup usia, nenekku ibarat kehilangan separuh jiwa dan semangat hidupnya. Justru sehabis merayakan 85 tahun usianya, beliau mesti dirawat di rumah sakit. Aku sempat menemui Eyang Putri -yang masih dalam kondisi sadar- menjelang wafatnya di Jakarta. Aku pun melepas kepergian perempuan yang melahirkan ibuku di tempat yang sama dengan pertama kalinya aku hadir di dunia.
Satu nama lagi adalah Pak Purwo. Beliau adalah suami kakak sulungku yang telah menghadap Ilahi lebih dahulu, tapi berhubung usianya lebih tua daripada Ibu, maka kami tidak pernah memanggilnya dengan ‘Mas’. Pak Purwo dijemput malaikat Izrail sekitar lima tahun silam, setelah menderita komplikasi berbagai penyakit. Usianya mungkin sudah 75 tahun lebih saat itu.
Ada sebuah benang merah yang menghubungkan Eyang Rahmat, Ibu, Eyang Putri, dan Pak Purwo. Mereka semua telah berusia 60 tahun ke atas ketika tutup usia. Maka dapat dipastikan mereka telah mengalami lelikuan kisah nan panjang sepanjang hayatnya. Serta-merta tebersit sebuah retorika, apakah nasibku bakal seperti mereka? Jika memang demikian, bolehlah aku sedikit berlega hati karena jatah hidupku di atas buana berarti masih tersisa sekitar dua dekade lagi. Tentu aku sebatas mampu berdoa, agar memperoleh karunia panjang usia nan mulia dan menjalani sukacita hidup sejahtera. Aku toh tetap tak mengerti, kapan akhir takdirku di muka bumi tiba. Peristiwa mobil mogok di Magelang saat ini sudah satu dekade berlalu. Tinggal mampu kukenang mereka yang bersamaku ketika itu. Mereka yang secara ragawi telah tiada seluruhnya. Yang tersisa adalah diriku belaka yang masih mampu menyuratkan kisah ini.
(cerpen ini dimuat di parewa.co pada 26 agustus 2023)
Selasa, 24 September 2024
Senin, 23 September 2024
menulis dan piano
“Menulis bagiku adalah cara menghindarkan diri dari kegilaan. Piano mengisi jiwaku yang hilang karena kegilaan itu.”
“Apakah hal itu yang terjadi padamu?” tanya temanku lagi.
“Kalimat itu bukan milikku, melainkan kubaca dalam cerpen 'Gerimis dalam E Minor' karya Agus Noor. Aku sungguh merasa terwakili dengan apa yang dia suratkan dalam cerpen itu.”
( dikutip dari cerpen nomor 200 )
Minggu, 22 September 2024
Jumat, 20 September 2024
Kamis, 19 September 2024
Selasa, 17 September 2024
hidup berisi ujian sepanjang usia
Betapa manusia dewasa hampir setiap detik bertarung melawan masalah-masalah yang datang, menghadapi tantangan yang tak habis-habis. Hidup seperti pertandingan yang tak ada selesainya.
Hidup sebetulnya berisi ujian-ujian yang akan terus mengikuti sepanjang usia kita berjalan. Semakin dewasa dan matang, kita akan semakin kuat menyikapi ujian.
(dikutip dari buku "The Last Words of Chrisye")
Senin, 16 September 2024
Jumat, 13 September 2024
Kamis, 12 September 2024
Selasa, 10 September 2024
Senin, 09 September 2024
kasih berlimpah bawa keberuntungan
Kasih yang berlimpah membawa keberuntungan,
menumpuk kebencian membawa bencana.
Setiap orang yang gagal mengenali masalah ibaratnya meninggalkan pintu dalam keadaaan terbuka, dan tragedi pun masuk dengan mudahnya.
Jumat, 06 September 2024
Kamis, 05 September 2024
Selasa, 03 September 2024
Senin, 02 September 2024
menjadi makhluk bermakna
Bukankah yang signifikan dalam kehidupan manusia adalah bagaimana dirinya menjadi makhluk bermakna, bisa bersukacita, dan mampu mensyukuri karunia Tuhan?
( dikutip dari cerpen pengakuan prasojo )
Jumat, 30 Agustus 2024
Kamis, 29 Agustus 2024
Selasa, 27 Agustus 2024
Senin, 26 Agustus 2024
mesti melewati penderitaan
Sepertinya aku mesti melewati banyak penderitaan, sehabis itu barulah aku bisa menulis kisah demi kisah,” sahutku setelah sempat bergeming sejenak.
(dikutip dari cerpen nomor 200)
Jumat, 23 Agustus 2024
Rabu, 21 Agustus 2024
Selasa, 20 Agustus 2024
Senin, 19 Agustus 2024
kemerdekaan sejati
Kemerdekaan barulah kemerdekaan sejati, jikalau dengan kemerdekaan itu kita menemukan kepribadian kita sendiri.
(Bung Karno)
Sabtu, 17 Agustus 2024
Jumat, 16 Agustus 2024
Kamis, 15 Agustus 2024
kebinekaan indonesia sebagai suatu kekuatan
Indonesia adalah suatu negara yang telah berhasil menjadikan kelemahan potensialnya -kebinekaan- sebagai suatu kekuatan. Baik secara historis maupun sosiologis dan ideologis (di dalam Pancasila), bangsa ini telah mampu menciptakan sistem identitas multilapis nan inklusif: ada ruang untuk identitas lokal, religius, nasional, dan bahkan lintas bangsa.
(dikutip dari Kolom Udar Rasa Jean Couteau INDONESIAKU Suara dari Tepi Ayung)
Rabu, 14 Agustus 2024
Selasa, 13 Agustus 2024
kelemahan jiwa kita
Apakah kelemahan kita? Kelemahan jiwa kita ialah,
kita kurang percaya kepada diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain,
pada hal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong.
Senin, 12 Agustus 2024
indonesia merdeka rakyat sejahtera
Apakah kita mau Indonesia merdeka yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang dan pangan?
(Bung Karno)