Selasa, 30 Maret 2021

Yang Paling Menyedihkan dari Kebencian

"Aku suka pantai dengan langit jernih yang luas. Tapi kau tahu, langit paling luas ialah hati tanpa kebencian. Yang paling menyedihkan dari kebencian, ialah usianya yang panjang. Ketika si pembenci mati, kebenciannya terus hidup."

(Agus Noor dalam cerpen Memorabilia Kesedihan) 

Senin, 29 Maret 2021

Bekal Orientasi Hidup

Ingat selalu, segala sesuatu yang tidak berlandaskan pada suatu orientasi, takkan memiliki alasan yang kuat untuk diamalkan secara berkelanjutan. Tanpa orientasi hidup, kita akan serapuh tanaman yang tergeletak di tanah yang kering, sehingga mudah terhempas bila ada angin menerjang. Dengan bekal orientasi hidup, kita akan seperti pohon yang akar-akarnya menghunjam jauh ke kedalaman tanah, sehingga akan senantiasa tegak sekalipun ada badai menghempas.

(Edi AH Iyubenu dalam buku Islam yang Menyenangkan) 

Kamis, 25 Maret 2021

Dunia Kelebihan Kata-kata Tanpa Makna

Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa pernah mendengar kata-kata orang lain. Mereka berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna.

(Seno Gumira Ajidarma dalam cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku) 

Rabu, 24 Maret 2021

Negeri Tanpa Angin

Hening. Inilah negeri tanpa angin. Satu embusan saja tiada. Kosong. Tanpa arah. Sejauh apa pun pandangan dilemparkan, tidak terbentur pada garis cakrawala. Setitik saja garis itu tiada.

(Candra Malik dalam cerpen Wajah)

Minggu, 21 Maret 2021

Dikubur di Bumi yang Sama


Pahlawan dan pengecut akan dikubur di bumi yang sama.

Dalam ritual dan doa yang sama.

Dalam genangan air mata yang sama.


(Suminto A. Sayuti dalam puisi Narasi Sehari-hari - kubur)

Sabtu, 20 Maret 2021

Mengenang Sapardi : Kutipan Cerpen Joko Pinurbo

Mengenang Sapardi Djoko Damono (20 Maret 1940 - 19 Juli 2020) :

Saya lihat Sapardi sedang duduk khidmat di beranda mendengarkan suara hujan. Ia khusyuk sekali memperhatikan hujan menerpa daun bugenvil dan daun bugenvil bergerak-gerak memukul jendela. Ia tidak menyadari kedatangan saya dan saya tidak ingin mengusik kesendirian dan kesunyiannya. Saya membayangkan ia sedang tersihir oleh hubungan gaib antara tanah dan hujan. 

(Joko Pinurbo dalam cerpen Sebotol Hujan untuk Sapardi)


Rabu, 17 Maret 2021

Tak Ada yang Baru

"Kau ingin jadi pembaru?"
"Sama sekali tak ingin. Tak ada yang baru. Sebagaimana kata Julia Kristeva, kita hidup dalam dunia kutipan bukan? Pengarang pembaru itu tidak ada. Yang ada adalah mereka yang mampu memanfaatkan apa pun yang sudah ada di semesta."

(Triyanto Triwikromo dalam novel Surga Sungsang)

Senin, 15 Maret 2021

Sufi Saling Cinta dengan Allah

Seorang sufi yang telah menjadi wali (kekasih)-Nya akan hidup tenteram dan bahagia dalam naungan kekasih-Nya, bahkan saat hidup di dunia ini.

Sufi hidup dalam hubungan saling cinta dengan Allah.

(Haidar Bagir dalam buku Islam Tuhan, Islam Manusia)

Minggu, 14 Maret 2021

Kehalusan Jiwa

Tanpa kehalusan jiwa, pengarang tidak mungkin menulis cerpen dengan banyak dimensi. Kehalusan jiwa adalah juga salah satu modal penting kepengarangan.

(Budi Darma dalam buku Pelajaran Mengarang)

Sabtu, 13 Maret 2021

Merindukan Ayah Tiri Dimuat di Teplok

 


Kerinduan bisa tertuju kepada sesiapa, sebagaimana Fayra yang merindukan ayah tirinya. Silakan membaca cerita selengkapnya di https://www.teplok.id/2021/03/merindukan-ayah-tiri.html?m=1 

Sayang sekali, teplok.id untuk sementara dipadamkan. Semoga kelak kembali menyala dan turut menerangi dunia literasi. Terima kasih untuk teplok.id.

Minggu, 07 Maret 2021

Aturan Abadi Sastra

Aturan abadi sastra :

Penulis mesti memiliki kemampuan untuk mengisahkan cerita-ceritanya sendiri seolah-olah adalah cerita orang lain, dan mengisahkan cerita orang lain seakan-akan itu ceritanya sendiri, lantaran itulah sastra sejati. Tapi pertama-tama kita mesti menjelajahi cerita-cerita dan buku-buku orang lain.

(Orhan Pamuk - penulis Turki)

Senin, 01 Maret 2021

Satu Dekade Berlalu

Hatinya bersih penuh welas asih, sikapnya tulus tanpa pernah berharap balasan, wawasan berpikirnya yang luas serta pengalaman hidupnya yang kompleks, tak pernah segan dibagikan pada siapa saja. Saya menyadari bahwa banyak orang yang menyayangi dirinya, ketika menghadiri acara pemakamannya di Jakarta.  (dikutip dari cerpen Mengikuti Jejak Sang Paman - dimuat di Tribun Jabar edisi Minggu, 19 Mei 2013) 

Mengikuti Jejak Sang Paman disuratkan sebagai sepercik kenangan tentang Ags. Arya Dipayana oleh sang keponakan. Hari ini tepat satu dekade berlalu dari hari tutup usianya (1 Maret 2011 - 1 Maret 2021). 


Satu dasawarsa kita tak lagi bersua 

Kuharap nyaman belaka kau di sana 

Bagaimana kabar ibu bapakku, kakek nenekku, juga saudara-saudaramu? 

Apakah kalian bisa saling menyapa atau barangkali malah sudah kerap berjumpa?