Rabu, 30 September 2020
Kutipan Cerpen Pengembara dari Aleppo
Seruling tulang keledai di kantong kulit milik Jalaluddin Rumi tiba-tiba berbunyi sendiri, tanpa ada yang meniup. Murid-muridnya tersentak. Kaget.
(Adam Gottar Parra dalam cerpen Pengembara dari Aleppo)
Selasa, 29 September 2020
Sensasi Membuat Cerita
Rasanya bahagia sekali, bisa menikmati sensasi membuat cerita. Menjadi seorang dalang dengan kata-kata. Bermain-main dengan isi kepala. Rasanya hal seperti ini telah lama sekali tidak saya nikmati.
(Puthut EA dalam cerpen Usaha Menulis Sebuah Cerita Pendek)
Jumat, 25 September 2020
Kamis, 24 September 2020
Rabu, 23 September 2020
Tak Perlu Terkenal
Tak perlu serakah, tak perlu terkenal, dan tak perlu kaya jika semuanya tak memberikan keagungan jiwa. Hidup ada langgamnya. Di zaman ini kita diminta tidak ikut edan bersama mereka yang sudah edan beneran.
(Mohamad Sobary)
Minggu, 20 September 2020
Berganti Profesi
Sabtu, 19 September 2020
Kebudayaan Tak Ubahnya Pulau Kecil
Di Indonesia, sastra, seni, dan kebudayaan tak ubahnya sebuah pulau kecil, sebuah enclave, atau sekadar zarrah di tengah gebalau zaman yang riuh rendah oleh politik, ekonomi, perebutan kekuasaan, korupsi, dan selanjutnya.
(Iman Budhi Santosa dalam majalah Sabana)
Jumat, 18 September 2020
Kamis, 17 September 2020
Rabu, 16 September 2020
Mendengarkan Rintihan Apa Saja
Sekali waktu kau perlu mendengarkan rintihan benda-benda atau apa saja di sekitarmu, yang tak pernah kau perhatikan. Mungkin itu sebutir kerikil, mungkin seekor kadal, atau sebatang alang-alang, atau apa saja.
(AS Laksana dalam cerpen Kisah Batu Menangis)
Pepatah Bukan Sekadar Kembang Gula Susastra
Selasa, 15 September 2020
Menulis Pada Dasanya Memberi
Menulis itu pada dasanya mengeluarkan, setelah begitu banyak yang kita tahan.
(Bambang Trim)
Minggu, 13 September 2020
Sebuah Riwayat Cinta Singkat
Bapak, Ibu, dan Eyang Putri yang mengantarkan Om Himawan mengunjungi rumah orangtua Tante Cemara, perempuan yang diharapkan menjadi istri pamanku. Yang penting, mereka berdua dipertemukan lebih dahulu. Andaikata mereka memiliki kecocokan, keluarga kedua belah pihak tentu siap mendukung sepenuhnya pernikahan mereka. Namun kami tak kuasa memaksa mereka berdua agar menjadi sepasang kekasih. Yang lantas terjadi, tampaknya Om Himawan maupun Tante Cemara bersedia serius saling menjajaki satu sama lain. Mereka berdua pun bertukar nomor telepon dan akan melakukan komunikasi intensif, meski kebersamaan mereka terpisah oleh jarak dua kota. Om Himawan bahkan berjanji kembali ke Yogyakarta selekasnya, supaya dapat berbicara dari hati ke hati secara empat mata dengan Tante Cemara yang telah resmi menjadi kekasihnya.
***
Sejak saat itu, hampir setiap akhir pekan Om Himawan berada di Yogyakarta untuk menemui Tante Cemara. Hubungan mereka berdua cenderung semakin akrab hari demi hari. Pamanku pun bercerita kepada kami soal riwayat cintanya yang terus berkembang dan terlihat indah.
“Saya dan Jeng Ara sudah makin mantap menuju pelaminan. Saya mohon dukungannya dari semua di sini, ya,” ujar pamanku di depan keluarga kami.
Maka sebulan lalu, Om Himawan jadi melamar Tante Cemara. Rombongan keluarga besar kami terdiri dari sepuluh orang. Selain keluarga Bapak yang tinggal di Yogyakarta, ada adik Eyang Putri yang hadir, demikian pula paman dan bibiku termasuk dalam rombongan. Tante Cemara tak memiliki alasan apa pun untuk menolak lamaran itu. Tanggal pernikahan memang belum ditentukan kepastiannya, karena masih akan dibicarakan oleh pihak keluarga yang lebih berkompeten. Tapi jangka waktunya direncanakan dalam dua bulan sesudah acara lamaran tersebut.
Wajah Om Himawan tampak berseri-seri sekembalinya kami dari rumah Tante Cemara pada Sabtu malam itu. Sungguh berbeda dengan saat kami berangkat dari rumah, ia terlihat pucat pasi dan tegang sekali. Namun beberapa jam kemudian, tanpa sengaja kulihat pamanku melamun sendirian di teras rumah kami kala tengah malam. Kebetulan aku terjaga karena bermaksud ke kamar mandi. Kulihat pintu ruang depan yang terbuka, lantas kuhampiri pintu tanpa suara. Om Himawan ternyata tampak berada di luar sana. Aku bergeming belaka, tak ingin kuusik pamanku yang sedang menikmati kesendiriannya. Barangkali ia tengah membayangkan masa depannya, hidup bersukacita bersama kekasihnya. Aku pun memilih kembali ke tempat peraduanku.
***
Dua minggu setelah acara lamaran pamanku, sebuah kabar sangat mengejutkan kami terima dari Jakarta. Pagi hari itu pamanku tak kunjung bangun dari tidurnya. Sekitar jam sepuluh, Om Prasetyo yang tinggal serumah dengannya berinisiatif memanggil dokter dari klinik terdekat agar melihat kondisi Om Himawan. Setelah diperiksa oleh sang dokter, ternyata jasad pamanku semata yang terbujur kaku di atas dipan. Om Himawan divonis terkena serangan jantung dan nyawanya telah pergi dari raganya.
”Apakah Jeng Ara sudah diberitahu?” tanya Bapak setelah mendapat berita duka tersebut melalui telepon.
Bapak dan Ibu bergegas mendatangi rumah orangtua Tante Cemara siang itu. Kami belum memberitahunya bahwa Om Himawan sudah tiada, lantaran tidak tega dan tak bisa membayangkan bagaimana reaksinya menerima kabar sedih tersebut. Kami hanya diharapkan segera datang ke Jakarta karena kekasih Tante Cemara dikabarkan dalam kondisi kesehatan yang kritis. Sore harinya, kami meninggalkan Yogyakarta dengan kereta api. Aku ikut mendampingi bapak ibuku maupun calon istri mendiang pamanku dalam perjalanan itu.
Semalaman aku tak bisa tidur, tapi terus saja kucoba memejamkan mata. Aku hanya berusaha agar tak sampai berbicara apa-apa dengan Tante Cemara. Tentu aku tak mau, jika sampai lepas kendali dan malah mengatakan apa yang terjadi sesungguhnya soal Om Himawan. Sepertinya Bapak maupun Ibu melakukan hal yang sama denganku.
”Tolong, Jeng Ara yang tegar, ya. Sebetulnya, Mas Wawan sudah meninggal siang kemarin. Kita hari ini datang ke Jakarta untuk menghadiri pemakamannya,” ucap Ibu terbata-bata seraya menahan emosinya.
Sempat hening sesaat. Pandanganku tetap tertuju ke arah jalan. Terdengarlah kemudian suara isak tangis Tante Cemara belaka. Ibu maupun Bapak berusaha menenangkan perasaannya yang jelas sangat terluka. Sementara diriku bergeming belaka. Kusimpan duka nan dalam nian, membuat sesak di dada terasa begitu dominan. Sekejap terlintas di benakku segala yang terjadi selama dua bulan berselang, termasuk ketika kulihat pamanku melamun di teras rumahku seusai ia melamar kekasihnya. Apakah hal itu sejatinya pertanda sesuatu? Entahlah. Yang jelas, betapa singkat ternyata riwayat cinta yang terjadi antara Om Himawan dan Tante Cemara pada akhirnya.
# Cerpen ini dimuat di Bangka Pos, 22 November 2015 dengan judul “Riwayat Cinta Himawan”.
Sabtu, 12 September 2020
Kamis, 10 September 2020
Selasa, 08 September 2020
Belajar dari Alam
"Alam itu lebih agung daripada kita semua, demikian pula misteri penyakit--sebuah dimensi yang cenderung kita abaikan, bersamaan dengan gagasan mengenai kematian, karena menderita penyakit atau sekarat tampaknya sulit untuk kita pahami. Hal-hal semacam itu hanya terjadi pada orang lain, meski sebenarnya tidak juga. Alam tidak hanya penuh ancaman, tetapi juga memamerkan keindahan dan kelembutan. Dan hal semacam ini merupakan pelajaran yang tidak pernah usai."
Membaca kembali Playing On karya Alessandro Del Piero dan Maurizio Crosetti, menemukan seberkas cahaya yang menerangi hati maupun jiwa.
Senin, 07 September 2020
Menjadi Filsuf
"Ibrahimovic mengira ia telah mengejek Guardiola dengan sebutan Sang Filsuf, tapi jika dipikir-pikir itu sebenarnya pujian yang baik. Menjadi seorang filsuf berarti berpikir, mencari kearifan, dan mempunyai prinsip-prinsip yang memandu dan mempengaruhi setiap langkah kita. Menjadi filsuf berarti memberi makna, menemukan jalan hidup di dunia, percaya bahwa pada akhirnya, di setiap kesempatan, kebaikan akan mengalahkan kejahatan sekalipun harus sedikit menderita dalam perjalanan menuju ke sana."
Dikutip dari buku I Think Therefore I Play karya Andrea Pirlo bersama Alessandro Alciato.
Minggu, 06 September 2020
Jumat, 04 September 2020
Kamis, 03 September 2020
Puncak Kesadaran Harmoni
Harmoni adalah kejujuran atas diri, letaknya, dan lelakunya.
Kejujuran adalah keikhlasan menjadi 'diri tempat Tuhan menjelma', serta kerelaan berada di maqam atau wilayah yang telah disusun ditata oleh sunnah-Nya.
(Emha Ainun Nadjib dalam majalah Sabana)
Rabu, 02 September 2020
Kasih Sayang Mencari Kasih Sayang
Kasih sayang menimbulkan suasana keakraban, dan dengan keakraban tersebut memudahkan terciptanya persatuan dalam masyarakat.
Demikianlah arti peribahasa Batak :
"Holong manjalak holong, holong manjalak domu."
(Iman Budhi Santosa dalam majalah Sabana)