Minggu, 29 April 2018

Mengenang Seseorang di Hari Lahirnya

Hatinya bersih penuh welas asih, sikapnya tulus tanpa pernah berharap balasan, wawasan berpikirnya yang luas serta pengalaman hidupnya yang kompleks, tak pernah segan dibagikan pada siapa saja. Saya menyadari bahwa banyak orang yang menyayangi dirinya, ketika menghadiri acara pemakamannya di Jakarta. Malah terlihat ada sejumlah figur publik yang mengenali sosok paman saya dengan sangat dekat. Mereka bahkan bermuram durja seperti saya yang merupakan kerabat dekatnya. (mengenang Ags. Arya Dipayana di hari lahirnya, dikutip dari cerpen "Mengikuti Jejak Sang Paman")

Sabtu, 28 April 2018

Hakikat Kesenian dan Keadilan

"Hakikat dari kesenian adalah keindahan. Para seniman mengejar keindahan seperti para pemimpin mengejar keadilan bagi seluruh rakyat." 

(dialog Bung Karno dengan para pemuda dalam cerpen "Si Denok" karya Danarto)

Rabu, 25 April 2018

Sejarah Keluarga Sejarah Politik

Sejarah keluarga ternyata tidak hanya mengungkap dari mana kita berasal atau berakar, tetapi memperlihatkan bagaimana kekuatan di luar rumah kita membentuk, menyatukan, atau memisahkan individu-individu di dalamnya. Sejarah keluarga adalah sejarah politik.  

(Linda Christanty dalam esai "Sejarah Keluarga adalah Sejarah Politik" di buku "Para Raja dan Revolusi")

Rabu, 18 April 2018

Jika Tuhan Izinkan Hamba Sebagai Lelaki Tua

Jika Tuhan mengizinkan, mohon jadikan hamba sebagai lelaki tua nan bijaksana, sabar, dewasa, berakal jernih, berhati bersih, penuh welas asih, ramah, tak mudah marah, tak lagi terbebani ambisi duniawi, hanya ingin karib dengan Ilahi, selalu menyayangi dan disayangi saudara beserta teman yang tersisa, juga tak menjadi musuh bagi siapa saja. Maka saat malaikat hadir menjemput, hamba menyambutnya dengan senyuman dan sukarela pergi tanpa beban. 
(LSP)

Minggu, 15 April 2018

Jangan Pergi Dariku

Ada yang lebih kutakuti
daripada kematian
yaitu kehidupan
tanpa-Mu di sanubari.

(Candra Malik - 2017)

Kamis, 12 April 2018

Yang Sudah Terjadi Tak Hilang

Yang sudah terjadi itu tidak hilang. Konon ada kantong yang rapi dan akurat, menyimpannya. Kalau punya password-nya dapat dimasuki kembali oleh yang bersangkutan. Hanya beda dengan yang diceritakan film, kalau diulang, tidak bisa diubah. Dan kalau toh berhasil masuk, tidak ada jaminan bisa kembali keluar. Jadi hati-hati bermain dengan masa lalu. Karena masa kini, biar lebih gombal, tapi masih ada pintu keluar, kata seorang tukang becak yang kemudian jadi caleg terpilih.
(Putu Wijaya dalam cerpen "Cermin")

Rabu, 11 April 2018

Sebuah Pesan dari Danarto

Kau kejar ke sana, jangan hanya raga. Kau kejar kemari, jangan hanya surga. Tuhan menyembunyikan semua. Supaya kita tidak rakus dan manja. Para rasul meminta kita, jadilah penanda.
(Danarto dalam cerpen "O, Yerusalem")

Danarto lahir di Sragen pada 27 Juni 1940 dan tutup usia di Jakarta pada 10 April 2018.

Senin, 09 April 2018

Elegi Sepasang Saudara

Bukan sesuatu yang mudah bagi Aini melupakan Nurman, sang adik semata wayang yang tiba-tiba padam nyawa. Sepanjang tiga dasa warsa lebih, mereka menjadi sepasang saudara yang seakan tak terpisahkan. Sejak masih bocah, mereka memiliki banyak ketertarikan pada hal yang sama, apalagi soal makanan. Bahkan mereka pernah bertahun-tahun merintis usaha bersama, hingga sang kakak akhirnya memilih menyelesaikan studi S-2 dan bekerja sebagai pengajar di sebuah universitas. Baru tiga bulan berselang, Aini dan Nurman tak lagi tinggal satu rumah lantaran sang adik telah melepas masa lajangnya. Jadi, hanya dalam kurun waktu singkat, perempuan tersebut mesti dua kali kehilangan lelaki yang sangat disayanginya. Semula Nurman tidak ingin menikah mendahului kakaknya, tapi Aini berbesar hati dan justru mendorong adiknya agar segera hidup bahagia bersama kekasihnya.
           “Kau tak usah mencemaskanku. Siapa tahu, setelah kau menikah nanti, aku  bertemu calon suamiku dan akhirnya bersanding di pelaminan pula,” ujar Aini.
            “Terima kasih, Kak. Aku lega mengetahui Kak Aini ikhlas membiarkanku menikah lebih dulu,” sahut Nurman. Mereka berdua pun berpelukan diwarnai air mata keharuan.
            Kakak beradik yang begitu karib tersebut larut kembali dalam beragam perasaan yang tak terkatakan, tepatnya sehabis Nurman resmi menikahi Laura, kekasih yang baru dipacarinya dua bulan. Aini tulus mendoakan adiknya agar dapat bersukacita dalam berumah tangga, kendati ia tahu Nurman sempat ragu sebelum mempersunting Laura. Sang kakaklah yang berusaha meyakinkan adiknya agar mantap dengan niatnya.
            “Jika kau sungguh mencintainya, apa pun kekurangannya pasti bisa kau terima. Mestinya begitu pula dirinya terhadap dirimu, Nurman. Kalian pasti mampu saling memberi maupun menerima apa adanya.”
            ”Semoga harapan Kak Aini bukanlah angan belaka. Memang aku harus yakin supaya sanggup menjalaninya,” kata Nurman memotivasi dirinya.

***

Namun, kebahagiaan yang didamba Nurman setelah menikah ternyata tak sesuai bayangannya. Beberapa sikap istrinya tidak bisa dengan mudah diterima Nurman, terkadang rasanya terlalu berlebihan. Ia tak nyaman tetap berada di rumah mertuanya dan memilih pulang ke rumah orangtuanya. Sang kakak senantiasa menjadi tempat mencurahkan hati paling ideal bagi Nurman.
”Aku tak bisa menyarankan banyak hal karena aku belum punya pengalaman berumah tangga, tapi kau bisa belajar dari apa yang dilakukan orangtua kita, kan?”
”Ah, tapi sepertinya Bapak dan Ibu tak pernah terlihat punya masalah besar. Apa yang terjadi padaku jelas berbeda dengan mereka, Kak.”
”Hei, setiap pasangan pasti punya masalah. Orangtua kita juga demikian. Tapi, lihatlah bagaimana mereka merampungkan setiap masalah dengan elegan. Hal itulah yang membuat mereka masih bisa bersama, hingga sudah tiga puluh tahun lebih saat ini. Aku yakin, mereka sangat bertoleransi satu sama lain.”
”Iya, Kak. Maafkan aku yang terlalu sensitif kini. Apakah mungkin aku terlalu cepat mengambil keputusan menikahi Laura, ya?”
”Sudahlah, jangan sesali keputusanmu sendiri. Yang penting, cobalah perbaiki sikap kalian dan beradaptasilah sebaik-baiknya. Tapi. kalian mesti seia sekata melakukannya, jangan salah satu pihak belaka.”
Sebelum melepas masa lajangnya, Nurman pernah tujuh tahun berpacaran dengan gadis yang sangat dicintainya. Namun, kisah asmaranya kandas karena sang kekasih merasa jenuh dengan hubungan mereka. Sempat terluka hati Nurman cukup parah, lantaran sesungguhnya ia telah berencana mengajak kekasihnya menikah. Maka begitu ia jatuh cinta pada Laura, perempuan itu mengaku mencintainya pula, Nurman tak mau lama berpacaran lagi. Ia segera melamar Laura, kendati ia belum memahami benar karakter kandidat istrinya. Nurman enggan kembali menunggu agar selekasnya dapat merasakan kenikmatan ibadah yang belum pernah dilakukannya. Aini mengerti betapa besar kekecewaan adiknya dalam menjalani awal hari-harinya berdua bersama Laura.

***
           
Usia pernikahan Nurman dan Laura sudah melewati tiga kali purnama. Masalah yang terjadi di antara mereka selalu berusaha dicarikan solusinya oleh orang-orang terdekat mereka. Nurman sesekali masih tidur di rumah orangtuanya lagi, tapi ia selalu bersedia pulang ke rumah mertuanya, tempat tinggalnya bersama Laura. Ia tak rela bahtera rumah tangganya karam begitu saja didera badai gelombang problema yang ukurannya tak seberapa. Namun, sebuah kejutan besar kemudian terjadi. Ketika sedang berada di rumah orangtuanya, Nurman sekonyong-konyong mengeluh sekujur tubuhnya kepanasan. Ia bahkan memutuskan mandi dengan air dingin, padahal waktu telah larut malam. Tampaknya lelaki tersebut memiliki firasat tersendiri tentang apa yang akan terjadi pada dirinya.
            ”Pak, mungkin lebih baik aku berangkat ke rumah sakit sekarang juga. Tubuhku rasanya sungguh tak karuan begini,” ujar Nurman dengan sangat gelisah.
Maka tanpa banyak waktu, Nurman diantarkan ke rumah sakit oleh kedua orangtua dan kakak tercintanya. Ternyata begitu sampai di rumah sakit, kondisi tubuh satu-satunya adik Aini itu semakin melemah. Berdasarkan pemeriksaan dokter, telah terjadi komplikasi berbagai macam penyakit pada tubuh Nurman yang posturnya sangat gemuk itu. Sekitar jam tujuh pagi hari berikutnya, malaikat maut melaksanakan kewajibannya. Berpisahlah sudah jiwa dan raga seorang manusia. Serangan jantung menjadi alasan medis tutup usianya Nurman. Begitu pedih hati Aini mesti melepas kepergian adiknya untuk kedua kalinya dalam waktu yang tak lama. Mungkin hanyalah ia dan ibunya perempuan yang paling berduka, sementara dilihatnya Laura malah tampak tak terlampau sedih kehilangan suami yang baru tiga bulan menikahinya.

***
Dua pekan seusai kepergian Nurman, ada sesuatu tak terduga yang terjadi lagi. Tante Pur, saudara sepupu ibu Aini yang tinggal di luar kota dan lama tak ada kabarnya, tiba-tiba menelepon ke rumah untuk menceritakan sesuatu yang mencengangkan. Ia mengaku didatangi Nurman dalam mimpi serta telah menyanggupi menjadi perantara terjadinya komunikasi antara almarhum dengan keluarga terdekatnya melalui telepon. Tante Pur berjanji akan menghubungi Aini, jika Nurman sudah siap untuk bercakap-cakap.
Laksana mimpi belaka pada awalnya. Tentu Aini tak bisa percaya begitu saja bahwa pemilik suara yang berada di ujung telepon memang adiknya. Ia tahu, Tante Pur yang tadi berbicara dengannya, tapi suara itu serta-merta terdengar berbeda gaya bicaranya.
            “Apakah benar, kau memang Nurman?” tanya Aini dengan nada ragu.
            “Iya, Kak. Inilah adikmu.”
            ”Bisakah kau membuktikan diri sebagai adikku?”
            ”Bisa, Kak. Terakhir kali, kita makan bersama di sebuah rumah makan Thailand yang baru buka, kan? Semua menu yang kita pesan serbapedas. Aku jelas saja kepedasan, tapi Kak Aini senang sekali waktu itu.”
            ”Oh, ya ampun. Iya, itu terjadi empat hari sebelum Nurman, eh... kamu meninggal...” sahut Aini yang tiba-tiba dadanya sesak dan air matanya menetes sendiri. Kendati yang didengarnya adalah suara perempuan, tapi Aini jadi yakin memang adik kesayangannya yang tengah berbincang dengannya.
”Bagaimana kabarmu sekarang?” ujar Aini setelah mampu menenangkan hatinya.
            ”Aku baik-baik saja... Kak Aini, mohon maafkan segala kesalahanku, ya.”
”Ah, Nurman. Kaulah adikku satu-satunya yang terbaik di dunia. Mana pernah tidak kumaafkan kesalahanmu?”
”Terima kasih, Kak. Aku lega sudah dimaafkan Kak Aini.”
”Hei, rasanya seperti mimpi saja, aku bisa bicara lagi denganmu sekarang.”
”Iya, Kak. Oh ya, aku mau minta tolong. Bisa kan, Kak?”
            ”Kau mau minta apa, kami semua pasti akan berusaha memenuhinya.”
            ”Sebenarnya aku tidak sepenuhnya baik-baik saja. Di sini aku kerap tersesat. Jalan di depanku tiba-tiba gelap. Oleh karena itu, aku ingin minta maaf kepada semua orang yang kukenal, terutama istriku, mertuaku, dan teman-teman terdekatku. Itulah sesuatu yang belum sempat kulakukan di akhir hidupku. Dan tolong, hal itu mesti disampaikan secara khusus di depan mereka. Aku yakin, kalau Bapak, Ibu, dan Kak Aini pasti sudah memaafkanku tanpa kuminta. Oh ya, jangan lupa untuk menyedekahkan sebagian harta peninggalanku, Kak. Siapa tahu, hal itu bisa membuat terang jalanku di sini.”
            ”Baiklah, permintaanmu akan kami turuti. Semoga kondisimu di sana jadi lebih baik.”
            Maka pada peringatan empat puluh hari wafatnya Nurman, permintaan maaf itu disampaikan di depan istri, mertua, maupun teman-teman almarhum. Sebagian harta peninggalannya juga telah disedekahkan kepada masjid dan panti asuhan terdekat. Nurman sempat sekali lagi menemui kakak perempuan serta bapak ibunya lewat perantaraan Tante Pur. Ia mengatakan bahwa jalan yang dilewatinya kini sudah  terang dan perasaannya kian tenang. Setelah itu, Nurman tak pernah menghubungi kembali orang-orang tercintanya. Mengenang sejuta kisah yang pernah dijalaninya bersama sang adik semata wayang, Aini hanya mampu meneteskan air mata seraya menahan sesak di dada. Tak pernah ia lupa berdoa sepanjang masa agar Nurman hidup nyaman di alam sana, walaupun entah bersama sesiapa. Semoga selalu dalam berkah kasih sayang-Nya.


TAMAT

# Cerpen ini dimuat di simalaba.com pada 31 Maret 2018.



Selasa, 03 April 2018

Tulisan yang Bagus

Tulisan yang bagus adalah yang menyodorkan jiwa pemilik kata dan kalimat kepada pembacanya. 
Untaian kata dan rangkaian kalimat yang telah dilepaskan oleh penulis dari jemarinya adalah bagian dari jiwa penulis yang diserahkannya kepada pembaca.
Tulisan yang baik akan mengajak berkelana dalam imajinasi Anda. 
Tulisan yang dahsyat akan mengajak Anda menyusuri tepian imajinasi penulis dan mendorong Anda mengembangkan imajinasi Anda sendiri. Saat imajinasi penulis bertemu dengan imajinasi pembaca, buku atau artikel yang Anda baca telah berhasil menjalankan misinya.
Tulisan yang bagus tidak sekadar berbagi jiwa pemilik kata, dan mempertemukan imajinasi penulis dengan pembaca, tetapi juga menebar energi.
(Prof. Nadirsyah Hosen dalam buku "Tafsir Al-Qur'an di Medsos")