Sabtu, 30 April 2022
Kamis, 28 April 2022
Rabu, 27 April 2022
Senin, 25 April 2022
Minggu, 24 April 2022
Buku dan Peradaban
Apabila ada manusia di zaman sekarang yang menyebut dirinya modern tetapi tidak mengindahkan buku, memilikinya, dan membacanya, maka dengan demikian manusia tersebut telah mengambil inisiatif menjadikan dirinya sebagai hewan.
Tampaknya hanya buku yang paling pantas diceritakan dengan bangga oleh manusia beradab. Bukan BMW, Mercedas, atau Volvo.
Buku, bisa membaca, itulah yang membuktikan manusia punya kebanggaan, punya kebudayaan, punya peradaban.
(Remy Sylado)
Jumat, 22 April 2022
Kamis, 21 April 2022
Rabu, 20 April 2022
Selasa, 19 April 2022
Senin, 18 April 2022
Pribadi Bijaksana
Pribadi yang penuh dengan kebijaksanaan adalah yang bisa menyampaikan kebenaran dengan baik dan dibungkus secara indah. Sebagaimana mencari rezeki, yang halal saja tak cukup, tapi harus juga thayyiban (baik) dan sebisa mungkin mubarakatan (berkah).
(Husein Ja'far Al-Hadar dalam buku Tuhan Ada di Hatimu)
Minggu, 17 April 2022
Cerpen Nomor 200
Masih belum ada kepastian, apakah yang bakal menjadi tema cerita pendek nomor 200 sepanjang hayatku ini? Senantiasa kucatat belaka judul cerpen-cerpen yang mampu kutuntaskan, lalu kukirimkan ke sejumlah media sebagai salah satu upaya menjemput rizki. Tak pernah kuanggap penting ketika jumlah cerpenku mencapai angka 50 atau mungkin 100. Namun, entah mengapa aku perlu menjadikan cerpen ke-200 ini sebagai karya istimewa. Sebagai sebuah perayaan kecil belaka barangkali. Baiklah, kucoba memulainya kini.
“Sebenarnya aku punya hasrat untuk
menulis seperti kamu,” ucap seorang temanku yang mengaku kerap membaca cerpenku
di media.
“Sepertinya aku mesti melewati
banyak penderitaan, sehabis itu barulah aku bisa menulis kisah demi kisah,”
sahutku setelah sempat bergeming sejenak.
“Wah, jadi malah menarik ya, kisah
hidupmu. Tapi, pasti ada ilmunya.”
“Tentu saja aku banyak belajar dari
buku-buku maupun dari para pendahulu di bidang literasi. Aku cenderung setuju
dengan apa yang dikatakan Haruki Murakami, penulis asal Jepang itu. Menurutnya,
dalam hidup aku tak bisa menjadi orang lain, tapi dalam fiksi aku bisa menjadi
siapa saja. Aku bisa membayangkan diriku menjadi orang lain. Bisa dibilang ini
semacam terapi.”
“Tapi, bagaimana kalian
melakukannya? Bagi orang awam yang bukan seniman sepertiku, hal itu sungguh
menjadi misteri.”
“Entah kita sadari atau tidak, ketika
menghadapi masalah dalam hidup ini,
pasti banyak hal yang lantas membuat sedih, gelisah, marah, kecewa, dan
macam-macam energi negatif lainnya. Ketika aku mulai menulis cerpen, energi
negatif itu bagaikan mendapatkan jalan agar tersalurkan. Menjadi semacam ruang
katarsis. Jika semua itu kupendam belaka, barangkali aku bisa jatuh sakit, baik
raga maupun jiwaku.”
“Faktanya, kisah-kisah bertema
dukacita memang cukup dominan kusuratkan selama ini. Berdasarkan pengalaman,
aku sudah kehilangan Bapak, Ibu, kakak sulung, kakek, nenek, dan pamanku. Mereka
adalah orang-orang yang memiliki kedekatan secara fisik maupun emosional dalam
hidupku. Tentu selalu ada hal-hal yang bisa digali dari sosok mereka yang sudah
tiada. Maka terciptalah sejumlah cerpen tentang mereka. Demikian pula pelbagai
cerita kandasnya cinta yang kualami sendiri. Namun, tentu aku tak hanya
menjadikan diriku dan keluargaku sebagai sumber inspirasi. Terkadang apa yang
sedang heboh di masyarakat pun menyumbang gagasan untuk terciptanya karya baru.”
“Bisa kau sebutkan cerpen yang
manakah yang kau maksud?” tanya temanku.
“Ketika ada konflik yang terjadi di
tubuh PSSI, maka aku menulis dua cerpen : Pemimpin Boneka dan Berbekal Wasiat.
Oh ya, ketika heboh pemilihan presiden, aku pun pernah membuat cerpen berjudul
Dilema Nesya. Tentu saja aku tidak secara vulgar menceritakan mereka.”
“Kalau cerpen tentang orangtuamu
yang sudah tiada?”
“Aku membuat cerpen Saat Ayah Pergi
untuk Bapak. Sebenarnya judul aslinya kutulis dalam bahasa Inggris, kesannya
lebih puitis. Cuma saat dimuat di sebuah majalah, judulnya diganti ke dalam
bahasa Indonesia.”
“Apakah judul asli cerpen Saat Ayah
Pergi?”
“The Day My Dad Passed Away.”
“Wah, kupikir judul itu lebih keren,
sih. Oh ya, kalau untuk ibumu ada juga?”
“Cukup banyak cerpenku demi
mengenang mendiang Ibu. Ada Menjelang Kepergian Ibunda, Lebaran Terakhir Mama
dan Ibunya, Membaca Jalan Pikiran Ibu, dan Menjelang Tiba Ujung Senja. Ibu
cukup kerap hadir dalam cerpenku lainnya, kendati tidak sebagai tokoh utama.”
“Sejujurnya, aku tidak bisa
membayangkan jika kudu menjalani hidup seperti dirimu.”
“Menulis bagiku
adalah cara menghindarkan diri dari kegilaan. Piano mengisi jiwaku yang hilang
karena kegilaan itu.”
“Apakah hal itu
yang terjadi padamu?” tanya temanku lagi.
“Kalimat itu
bukan milikku, melainkan kubaca dalam cerpen “Gerimis dalam E Minor” karya Agus
Noor. Aku sungguh merasa terwakili dengan apa yang dia suratkan dalam cerpen
itu.”
Selain menulis
cerpen, aku pernah menjadikan kemampuanku dalam bermain piano sebagai
pekerjaanku. Padahal aku bisa memainkannya tanpa pernah belajar secara formal
kepada siapa pun. Nah, pada tahun ke-13 menjadi musisi, datanglah pandemi yang
membuatku serta-merta berhenti bekerja di bidang itu. Namun, kendati untuk
sementara bermain piano tak lagi menghasilkan rezeki berupa materi, tapi aku
masih bisa mendapatkan ruang katarsis lainnya saban kali memencet tuts-tuts
berwarna hitam putih di rumahku. Terima kasihku, tentu saja kepada kedua
orangtuaku yang puluhan tahun silam membeli sebuah piranti musik yang masih
bisa dimainkan oleh anak mereka hingga kini.
Aku tak yakin
apakah yang kusuratkan ini sudah layak dikatakan sebagai cerpen atau sebatas
racauan tanpa makna bagi sesiapa.
# Cerpen ini dimuat di Kedaulatan Rakyat edisi Jumat Pahing, 1 April 2022.
Sabtu, 16 April 2022
Jumat, 15 April 2022
Kamis, 14 April 2022
Tiga Dekade Berlalu Bapak Pergi
Hari ini tepat tiga dekade berlalu Bapak pergi. Untuk mengenangnya pernah tersurat cerpen berjudul The Day My Dad Passed Away.
Demi mengingatnya pula, maka terlantunlah lewat denting piano lagu-lagu bertema serupa : Ayah (Rinto Harahap), Ayah (Seventeen Band), Titip Rindu buat Ayah (Ebiet G. Ade), dan Yang Terbaik Bagimu/ Jangan Lupakan Ayah (ADA Band feat. Gita Gutawa). Demikian pula sejumlah lagu lainnya tentang cinta dan kerinduan kepada orangtua.
(LSP)
Senin, 11 April 2022
Jumat, 08 April 2022
Kamis, 07 April 2022
Jangan Mudah Marah
Ketika kita sudah menjadi orang beriman, jangan mudah marah. Jangan beragama dengan marah. Karena merusak iman, sebagaimana cuka merusak madu.
(Fahruddin Faiz dalam buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba)
Selasa, 05 April 2022
Senin, 04 April 2022
Sabtu, 02 April 2022
Jumat, 01 April 2022
Nomor 200 Dimuat di KR
Cerpen Nomor 200 ditulis sebagai sebuah perayaan kecil belaka. Berawal dari obrolan singkat dengan seorang kawan yang lantas dikembangkan menjadi sebuah karya. Alhamdulillah, ternyata mendapat kesempatan dimuat di Kedaulatan Rakyat edisi Jumat Pahing, 1 April 2022. Terima kasih.