Cerpen Luhur Satya Pambudi dimuat di Bali Post 20 November 2016.
Inilah kisah tentang seorang raja yang hidup ratusan tahun silam dan tidak
terlalu lumrah. Mengapa demikian, lantaran sejatinya ia setia dan tidak ingin
menghambur-hamburkan cintanya kepada setiap perempuan di mana saja. Tentu tidak
sebagaimana layaknya para raja di masa itu atau bahkan sebagian besar hasrat
kaum adam hingga saat ini. Ia bukanlah lelaki yang mudah jatuh hati. Namun
sebuah peristiwa penting membuat sang raja akhirnya menikah untuk kedua kalinya.
Raja tersebut bernama Macello. Ia memimpin kerajaan
bernama Bifet. Macello dinobatkan sebagai raja pada usia lima belas tahun demi
menggantikan ayahnya yang gugur dalam satu pertempuran. Enam tahun kemudian,
Raja Macello mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Violin, putri pertama
Raja Guitarra dari kerajaan Lifet, yang merupakan teman bermainnya sedari bocah.
Semula Violin sempat tak yakin dengan
kesungguhan hati Macello untuk tidak menduakan cintanya sekiranya mereka menikah
nanti, mengingat kecenderungan kebanyakan raja yang biasanya memiliki istri
lebih dari satu.
”Aku
janji bahwa aku bisa berbeda dengan raja lainnya. Aku hanya akan menikahi
seorang perempuan dan kaulah semata bidadari pilihanku,” tegas Macello.
”Rasanya masih tetap tak mudah bagiku percaya
padamu, Kanda. Mohon maklumi keraguanku ini,” ujar Violin.
”Aku tak bisa memaksamu agar lekas
percaya padaku, Dinda. Aku maklum karena ayahku pun
memiliki tiga istri. Oh ya, aku teringat sesuatu. Bukankah ayahmu, Raja
Guitarra, memiliki seorang istri belaka?”
”Iya, ayahku memang hanya pernah
menikahi ibuku.”
”Jadi, aku bisa mengikuti jejak ayahmu,
bukan?”
”Baiklah,
Kanda. Aku percaya, kau bisa seperti ayahku.” Putri Violin mengatakannya dengan
senyuman lebar dan mata berbinar-binar.
***
Bersandingnya Raja Macello dan Putri Violin di pelaminan menjadi hari
istimewa bagi dua wilayah kerajaan. Masyarakat kedua negeri pun bersukacita
menyambut pernikahan agung mereka. Andaikata dalam kebanyakan dongeng, sebuah
pernikahan pasti akan sarat sukacita hingga akhir masa, namun tidak mutlak
demikian kisah Raja Macello dan Putri Violin. Sesungguhnya ada sebuah masalah
terpendam, selayaknya bom waktu yang setiap saat dapat meledak, dan bisa jadi
menimbulkan dampak yang kurang apik di masa depan. Violin pernah mengingatkan
sesuatu yang cukup mengusik perasaan Macello, tapi sang raja muda tidak
bersedia berpikir lebih jauh ketika itu.
”Kanda Raja tentu ingat bahwa aku
adalah calon ratu kerajaan Lifet, bukan?” tanya Violin kepada kekasihnya.
”Iya, aku tahu kau merupakan ahli
waris pertama ayahmu. Lantas apa yang kau khawatirkan?” Macello balas bertanya.
”Mungkin aku mesti pergi dari sini
ketika tugas negara memanggilku,” ujar Violin dengan air mata yang mulai
menetes. Pastilah ia tak ingin berpisah begitu saja dengan suami tercinta.
”Dinda, tak usahlah menangis. Kita
pasti sanggup menghadapinya, jika hal itu benar terjadi. Lagi pula, bukankah
ayahanda Raja Guitarra masih segar bugar saat ini? Kita doakan saja agar beliau
panjang usia dan sehat senantiasa,” kata Macello mencoba mengenyahkan
kegundahan hati istrinya.
Pembicaran tersebut terjadi manakala
pernikahan pemimpin Bifet dan putri mahkota Lifet baru berlangsung beberapa
hari. Menjelang satu tahun usia pernikahan mereka, lahirlah Pangeran Kadore
dari rahim Putri Violin. Aroma sukacita pun kian melingkupi kehidupan dua
sejoli yang kini memiliki permata hati.
***
Dua tahun berselang, terjadilah sesuatu yang tak terduga oleh sesiapa.
Berita lelayu datang dari istana kerajaan Lifet. Raja Guitarra mangkat secara tiba-tiba, diduga terkena serangan jantung.
”Kanda Raja, aku harus segera pulang,”
cetus Putri Violin yang langsung gelisah begitu mendengar kabar yang sangat
melukai hatinya.
”Dinda, tenangkan
dirimu. Akan kusertai
langkahmu ke mana saja,” sahut Raja Macello.
”Tapi aku mungkin akan segera diangkat
sebagai ratu di kerajaanku. Bagaimana dengan hubungan kita?”
”Entahlah. Coba kita jalani saja dulu.”
Raja Macello, Putri Violin, dan
Pangeran Kadore, dengan diiringi pasukan khusus bergegas meninggalkan istana
kerajaan Bifet menuju Lifet yang tengah diliputi suasana kesedihan yang begitu
dalam. Mendiang Raja Guitarra merupakan pemimpin yang dicintai rakyatnya.
Kepergiannya yang sangat mendadak ditangisi seluruh penjuru negeri.
”Putri Violin, kau harus segera
mempersiapkan diri untuk dua acara sekaligus,” ujar Pangeran Pianolo yang
merupakan perdana menteri kerajaan Lifet.
”Apakah kita mesti bergegas
melakukannya, Paman?”
”Tentu saja. Kau akan segera dilantik
menjadi ratu kerajaan Lifet, sesaat setelah pemakaman ayahmu esok hari.”
Putri Violin pun naik takhta sebagai pemimpin baru di negerinya, tak berapa
lama sesudah jasad Raja Guitarra dikebumikan. Mahkota yang semula dikenakan
oleh sang ayah kini terpajang anggun di atas kepala istri Raja Macello. Sebuah
tanggung jawab besar mesti disandang oleh sang ratu yang baru berusia dua puluh
tiga tahun.
***
”Sekarang aku mesti memanggilmu Dinda Ratu,” kata Raja Macello pada pagi hari berikutnya.
”Bukankah selama ini aku sudah menjadi ratu di hatimu, Kanda Raja?”
”Tentu saja, sayang. Tapi kau tahu, aku tak bisa terlalu lama di sini. Aku
mesti lekas pulang ke Bifet, rakyatku sudah menunggu kehadiranku.”
”Ah, kenapa waktu tak bisa berhenti sejenak, agar kau tetap di sini
menemaniku?”
”Maafkan aku, Dinda. Kau pasti paham, begitu banyak tugas menantiku di sana.”
Mereka berdua bergeming belaka sejenak masa. Ada banyak hal yang tampaknya
berkecamuk di kepala dan dada mereka masing-masing yang belum bisa diungkapkan.
”Kanda, aku punya sebuah gagasan. Aku tahu ini bukan sesuatu yang mudah,
tapi aku sudah memikirkannya semalaman, dan kuputuskan merelakannya dengan
kesungguhan hati,” ucap Ratu Violin memecah kesunyian.
”Apa yang sesungguhnya sedang kau bicarakan, Dinda?” tanya sang suami.
”Sejak aku menjadi ratu di kerajaan ini, aku tak mungkin mendampingimu lagi
setiap waktu, bukan?”
”Bukankah kita bisa kerap saling mengunjungi?”
”Aku setuju hal itu, tapi menurutku kita tak perlu terlalu sering
meninggalkan istana maupun tugas kita masing-masing.”
”Lantas apa gagasanmu?”
”Kanda, aku ingin kau menikah lagi.”
”Hah, apa aku tak salah dengar? Tidakkah kau ingat, aku telah berjanji
setia padamu semata? Dan kau tak mau jika aku menikahi
sesiapa lagi, bukan?”
”Iya, memang dahulu begitulah sikapku. Namun kucoba membuka hati dan benakku
melihat kenyataan. Sikapku berubah kini. Aku justru ingin Kanda bisa tetap
merasakan kebahagiaan memiliki istri yang setia mendampingi sang raja. Aku jelas
tak mampu melakukannya lagi, sejak aku mesti tinggal di sini memimpin
rakyatku.”
”Lalu bagaimana denganmu sendiri?”
”Jika Kanda berkenan, aku tetap menjadi istri Raja Macello, meski kita
bakal tinggal berjauhan.”
”Aku tak mengerti mesti berkata apa lagi, Dinda.”
”Tapi aku punya sebuah syarat, Kanda. Aku tak tahu, apakah Kanda Raja setuju
atau tidak dengan hal itu.”
”Apa lagi yang kau mau? Aku siap mewujudkannya.”
”Aku meminta Kadore menjadi putra mahkotaku. Dialah yang akan menjadi raja Lifet,
jika kelak aku mangkat. Bersediakah Kanda menerimanya?”
Macello bergeming sejenak, namun ia lantas bersabda,
”Kau sudah sangat berbesar hati memperkenanku menikah lagi. Maka tiada alasan apa pun menolak permintaanmu. Aku percaya, Yang Mahakuasa
akan memberiku keturunan lagi dan dialah nanti yang menjadi putra mahkota
kerajaan Bifet.”
”Terima kasih, Kanda. Aku berharap, begitu kau kembali ke istana, segera
kau pilih perempuan cantik paling baik yang kau kenal menjadi permaisurimu yang
baru.”
”Aku janji akan memenuhi harapan perempuan yang paling aku cintai.”
Macello dan Violin berpelukan dalam suasana sanubari yang sangat beragam. Bom
waktu akhirnya batal meledak lantaran dapat dijinakkan dengan elegan. Kedua
pemimpin yang saling mengasihi tersebut sementara berpisah, kendati dengan
berat hati. Begitu tiba kembali di tempat tinggalnya, Raja Macello segera mengadakan
seleksi pribadi guna menentukan calon pendamping hidupnya yang baru. Sang raja
akhirnya memilih Katharina, pelayan berparas rupawan yang cerdas dan paling
simpatik di istana yang sudah lama dikaguminya, sebagai istri keduanya. Pesta
pernikahan diadakan cukup sederhana untuk ukuran seorang raja. Jadilah kini
Ratu Katharina menjadi permaisuri Raja Macello. Dua tahun setelah pernikahan
tersebut, lahirlah Pangeran Dimifa yang langsung ditahbiskan sebagai putra
mahkota kerajaan Bifet. Raja Macello tak perlu khawatir lagi karena sudah ada
seseorang yang bakal meneruskan takhtanya. Sementara itu, Ratu Violin telah
memiliki wujud kebahagiaan berbeda sebagai pemimpin yang mencintai dan dicintai
oleh rakyatnya. Rasanya tak cukup alasan untuk berduka, biarpun ia hanya bisa
sesekali berjumpa dengan suaminya. Toh, masih ada Pangeran Kadore, sang putra
mahkota yang senantiasa setia menyertai langkah ibunya.