Rabu, 15 Desember 2010

Pengetahuan Akan Keadilan dan Pemahaman Kehidupan


Aku berbicara tentang pengetahuan akan keadilan : karena para penguasa terlalu sibuk menumpuk kekayaan daripada mencari pengetahuan ini. Dan aku berbicara tentang pemahaman kehidupan : karena para pemimpin terlalu bernafsu untuk mengejar kekuasaan dan kehormatan daripada menjaga kebenaran.(Kahlil Gibran)

Jumat, 29 Oktober 2010

Dunia dan Imajinasi

Dunia dibangun melalui imajinasi. Engkau menyebut dunia ini kenyataan hanya karena dunia ini dapat dilihat dan nyata. Sedang gagasan hakiki yang merupakan cabang dunia justru engkau namakan imajinasi. Padahal kenyataannya sebaliknya, imajinasi adalah dunia itu sendiri. (Jalaluddin Rumi)

Rabu, 29 September 2010

Aransemen Musik Memang Bisa Membuat Lagu Terkesan Beda



Citra ‘Indonesian Idol’ dan Lagu Wali dkk

Mungkin banyak di antara kita yang terkesan dengan penampilan Citra, seorang gadis belasan tahun asal Yogyakarta, saat tampil dalam panggung Indonesian Idol 2010. Selain gaya menyanyinya yang jazzy, yang khas adalah sejumlah lagu yang selalu apik dia bawakan. Terus terang saya bukan penggemar Wali, D’Bagindas, dan Armada, kendati cukup suka dengan beberapa lagu milik ST 12. Namun saya suka sekali saat menyimak Citra menyanyikan Yank (Wali), C.I.N.T.A (D’Bagindas), Mau Dibawa Kemana (Armada), maupun dua lagu karya Charly ST 12. Saya jauh lebih suka mendengar Citra menyanyikan lagu-lagu itu ketimbang penyanyi aslinya.

Selain gaya bernyanyi Citra yang memang menawan, tentu saja kita tak boleh melupakan peranan Oni Krisnerwinto, penata musik dan komandan ‘home band’ Indonesian Idol 2010. Aransemen musiknya bagi Citra dkk kadang mampu mengubah citra lagu-lagu yang disajikan di atas pentas, terutama untuk lagu-lagu yang dibawakan Citra, yang menjadi jauh lebih menarik ketimbang versi orisinalnya. Salut buat Oni dan band-nya.




The Masterpiece of Rinto Harahap with Tohpati

Rinto Harahap adalah salah satu nama besar dalam dunia musik pop Indonesia. Lagu-lagunya banyak sekali yang menjadi hits di masa lalu. Tapi ada sementara pihak yang kadang menganggap lagu-lagu karya beliau sebagai lagu cengeng, sebagaimana pula lagu karya Pance F.Pondaag maupun Obbie Mesakh. Lagu-lagu tersebut mungkin terkesan cengeng karena aransemen musik dan cara penyanyinya dalam membawakannya dahulu.

Jika kita pernah mendengarkan lagu-lagu dalam album ‘The Masterpiece of Rinto Harahap with Tohpati’ sama sekali tidak terkesan ada lagu cengeng karya Rinto Harahap. Ada Benci Tapi Rindu (Ello), Tangan Tak Sampai (Maia), Jangan Kau Sakiti Hatinya (Andy /rif), Dingin (Aci Harahap), Kau Tercipta Untukku (Pinkan), Aku Jatuh Cinta (Pasto), Katakan Sejujurnya (Nindy) dan sejumlah lagu lainnya. Saya bahkan tidak mengira bahwa lagu yang dibawakan oleh The Changcuters (Hey Hey Hey) dan Yovie & Nuno (Seindah Rembulan) dalam album itu juga merupakan ciptaan Bung Rinto karena lagunya ceria, iramanya yang cepat, dan terdengar seperti lagu karya dua grup pop itu sendiri.

Yang jelas, aransemen baru dan cara para penyanyi masa kini menyanyikannya kembali membuat lagu-lagu Rinto Harahap terdengar segar dan berubah warnanya. Salut bagi Tohpati atas aransemen musiknya yang apik. Semoga para pencinta musik Indonesia bisa menikmati ‘The Masterpiece of Rinto Harahap with Tohpati’.




Selasa, 28 September 2010

Musik adalah Pelangi Keajaiban

Musik adalah pelangi-pelangi keajaiban yang abadi. (Carlos Santana)

Rabu, 22 September 2010

Catatan tentang Sejumlah Acara dalam Sekian Bulan





Sekian bulan telah berselang tanpa apa pun tersurat di tempat ini. Entahlah, aku merasa belum cukup waktu senggang untuk menuliskan sekadar catatan dari banyak acara yang kuhadiri selama beberapa bulan terakhir. Padahal ada banyak hal menarik dari apa-apa yang kusimak dan kusaksikan, baik itu acara sastra, musik, teater, atau ragam seni.

Acara sastra : Peluncuran ’Mata Blater’ karya Mahwi Air Tawar di Karta Pustaka (7 Mei), Peluncuran Kembali ’Hujan di Bulan Juni’ karya Sapardi Djoko Damono di Studio Teater Garasi (23 Juni), Bincang-bincang Sastra tentang Musikalisasi Puisi di ruang seminar TBY (25 Juli), dan Gelar Karya Maestro Sastra (6 dan 7 Agustus) di gedung sositet TBY.

Acara musik : Dewa Budjana di Sangkring Artspace (31 Mei), Yogyakarta Gamelan Festival 2010 (16 dan 18 Juli), Konser Komposisi Musik ’Tumpang Tindih’ karya Warsana ”Kliwir” di Auditorium Teater FSP ISI (22 Juli), dan ’Nusa Swara’ karya Kua Etnika di gedung konser TBY (31 Agustus).

Acara teater : ’Pandol’ (Panti Idola) karya Teater Gandrik di gedung konser TBY (4 Juni) dan ’Kabut di Malam Hari’ karya teater mahasiswa STMIK Akakom (17 Juli).

Acara ragam seni : Pasar Kangen Jogja 2010 – pembukaan (26 Juni), pentas dolanan anak dari Taman Kesenian (29 Juni) dan pentas lagu-lagu daerah dari anak-anak AFC (3 Juli) dan ART JOG (Juli) di TBY.


Selasa, 17 Agustus 2010

Kelemahan Jiwa Kita

Apakah kelemahan kita? Kelemahan jiwa kita ialah, kita kurang
percaya kepada diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa
penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, pada hal
kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong.
[Pidato Bung Karno pada HUT Proklamasi, 1966]

Senin, 24 Mei 2010

Kekayaan Sejati Sebuah Negeri

Kekayaaan sejati sebuah negeri tidak terletak ada emas atau perak, tetapi dalam pengetahuan dan kearifan – yang tidak akan pernah mengkhianatimu. (Kahlil Gibran)

Rabu, 05 Mei 2010

Sekilas Tentang Pertunjukan Pendek di Gedung Sositet

Pada hari Kamis, tanggal 29 April 2010 silam, AFC (Art for Children) TBY menggelar pentas teater di gedung sositet Taman Budaya Yogyakarta. Pentas yang penontonnya tidak dipungut biaya malam itu merupakan presentasi dari dua pertunjukan pendek karya Ibed Surgana Yuga, yaitu : ’Perempuan Satu-satunya di Semesta’ dan ’Mommy, I Don’t Want to Go to School!’

Perempuan Satu-satunya di Semesta

Lakon pertama yang dibawakan oleh dua aktor dan seorang aktris (Andika, Iman, dan Eka) menyajikan eksploitasi gerakan yang dilatarbelakangi kemampuan para pemainnya untuk menari, berpencak silat, maupun melakukan butoh (seni gerak dari Jepang). Masing-masing pemain juga sempat bermonolog dengan gaya berlainan di sela-sela pergerakan tubuh mereka yang sangat menguras tenaga. Kedua aktor sempat memainkan tongkat bambu yang perlu keterampilan tersendiri pula. Seorang pemain rebab (Pak Suyoto) dan seorang pemain belia (Arin) tampil sekejab sebagai figuran untuk memberi nuansa lakon berkonsep minimalis itu. Suara rebab mengisi sejumlah bagian menjadi ilustrasi musiknya.

Mommy, I Don’t Want to Go to School

Lakon kedua dimainkan oleh enam remaja putri yang masih duduk di bangku SMP dan SMA. Mereka adalah Dila, Puput, Yanni, Chandra, Manda, dan Arin. Adegan diawali dengan curhat menjelang tidur dengan suasana panggung gelap hanya berteman korek api yang dibawa oleh masing-masing pemain. Apa yang mereka katakan menggambarkan keresahan, kejenuhan, dan ketidaknyamanan para pelajar menjalani masa sekolah mereka, terutama menghadapi ’monster’ ujian nasional. Setiap bicara mereka selalu diawali dengan memanggil nama ’mommy’. Setelah tidur yang tenang damai -dengan sesekali menggeliat- diiringi suara piano, anak-anak bangun dengan panik dan gaduh diiringi suara gedubrakan dari kibor yang kumainkan. Adegan selanjutnya adalah ketakutan mereka sebelum berangkat sekolah. Untuk mandi pun mereka terpaksa dimandikan oleh ibu masing-masing dan khayalan menjadi artis yang tampil di atas pentas menjadi akhir bagian tersebut. Adegan selanjutnya menggambarkan suasana belajar di dalam kelas. Para murid hanya manggut-manggut mengikuti apa kata ibu gurunya tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Saking besarnya tekanan dan tersiksanya perasaan, akhirnya murid-murid itu malah menembak sang guru. Mereka lantas menyesali perbuatannya dengan kembali meneriakkan kata ’mommy’ diiringi lagu sedih yang kubawakan dengan suara piano. Lakon kedua pun berakhir.

Selamat dan sukses bagi semua pendukung pertunjukan malam itu. Terima kasihku terutama bagi Bung Ibed yang memberi kepercayaan kepadaku dan Pak Sigit ER yang memberi arahan bagaimana memberi ilustrasi musik dalam lakon kedua. Semoga tak pernah lelah kita terus menghasilkan karya yang lebih apik di saat mendatang. Tak lupa jua, terima kasih bagi para penonton yang sudah hadir memberi apresiasi.

Pendidikan seharusnya memerdekakan murid, menumbuhkan keberagaman di berbagai bidang kemampuan melalui proses pemahaman akan kebudayaan dan kebangsaan.(Ki Hadjar Dewantara)

5 Mei 2010




Kamis, 08 April 2010

Dua Malam Meriah di Bentara Budaya Yogyakarta

'Jazz Mben Senen' Edisi Khusus

Ada dua malam berurutan terdapat suasana meriah di Bentara Budaya Yogyakarta. Senin, 5 April 2010 acara mingguan ’Jazz Mben Senen’ jauh lebih riuh rendah ketimbang biasanya. Penonton yang hadir nyaris tidak menyisakan ruang kosong di halaman BBY. Ada yang duduk lesehan, banyak juga yang berdiri, dan sebagian lagi berada di luar pagar. Malam itu memang ada tema khusus bertajuk ”Umbul Donga” bagi Singgih Sanjaya, musisi Yogyakarta berkaliber internasional yang sekitar tiga pekan silam terkena stroke. Maka hadirlah nama-nama kondang yang merupakan teman baik beliau sebagai pengisi acara, seperti penyanyi keroncong Waljinah, Dwiki Dharmawan, Iga Mawarni, dan Trie Utami, juga penyanyi jazz muda dari Jakarta, Farah Dibaj Fuadi alias Farah Di. Selain mereka, ada nama Djaduk Ferianto, pelopor aksi solidaritas bagi sang sahabat serta anggota Komunitas Jazz Yogyakarta yang biasa tampil dalam ’Jazz Mben Senen’. Ada sesi berdoa bersama yang dipimpin oleh ustad Anant –yang aslinya dulu rocker- bagi kesembuhan kembali Singgih Sanjaya. Semoga beliau segera sehat dan mampu menghasilkan karya hebat lagi. Amin.

Farah Di tampil menawan diiringi big band –dengan dominasi brass section- membawakan sejumlah nomor lagu jazz standar. Dwiki Dharmawan dengan sekadar pianika memainkan lagu yang dibuatnya secara spontan, judulnya ’Blues For Today’ bersama dengan musisi Jogja pengiringnya tanpa latihan sekalipun, tapi asyik sekali lagunya disimak.

Ibu Waljinah lantas menyanyikan dua lagu keroncong ’Ayo Ngguyu’ dan ’Tanjung Perak’ dengan iringan sebuah orkes keroncong yang personelnya masih muda semua.Berikutnya Iga Mawarni membawakan ’Simfoni yang Indah’, ’Esok kan Masih Ada’, dan lagunya sendiri yang paling terkenal ’Kasmaran’. Putri Solo tersebut tampak ayu dan anggun dengan suaranya yang menyejukkan hati. Trie Utami kemudian lebih banyak berimprovisasi dengan Djaduk Ferianto dkk. Dia mengajak sejumlah vokalis jazz perempuan yang hadir malam itu mengekspresikan diri semaunya bersama dirinya. Di tengah-tengah improvisasi, Trie Utami serta merta bisa menyanyikan ’Girl from Ipanema’ dan juga ’Terajana’. Penonton bertepuk tangan riuh penuh kekaguman menikmati aksi mereka.

Para musisi jazz Jogja kemudian menutup Senin malam yang meriah itu. Di antara mereka ada Rika, putri tetanggaku yang menjadi satu-satunya pemain saksofon perempuan yang ikut bermain. Aksi kocak Bambang Gundul dan Lusy Laksita sebagai duet pembawa acara juga layak sekali diapresiasi. Kata-kata mereka membuat malam itu menjadi terasa begitu hangat.

Foto : Erson Padapiran/wartajazz.com



Pembukaan 'Benny & Mice Expo'

Selasa malam, 6 April 2010 BBY kembali kedatangan orang-orang yang apresiatif terhadap karya seni. Acaranya adalah pembukaan ’Benny & Mice Expo’ yang diisi dengan dialog bersama Benny Rachmadi dan Muhammad Misrad (Mice), duet kartunis jenius pencipta karakter tokoh Benny dan Mice. Ketika ditantang untuk membuat komik dengan tema khusus Jogja, mereka bilang bahwa perlu tinggal di Jogja selama sekitar dua bulan untuk bisa melakukan ekplorasi habis-habisan. Terdapat dua meja penuh makanan dan minuman yang bisa dinikmati dengan bebas oleh para hadirin di halaman, sementara acara pameran dimulai. ’Benny & Mice Expo’ menampilkan Pameran Kartun Benny & Mice 1997-2010, Pameran Peduli Pemanasan Global, Bazar Komik Pilihan, dan dua acara workshop yang telah berlangsung 7 April 2010. Sementara acara pameran berlangsung 6-15 April 2010. Dalam Pameran Peduli Pemanasan Global terdapat pula karya Benny & Mice yang menghiasi buku populer ’Hidup Hirau Hijau’ yang baru diterbitkan oleh Gramedia. Bagi para penggemar kartun dan mereka yang peduli masalah sosial politik maupun lingkungan hidup pasti tak akan melewatkan acara menarik tersebut. Benny & Mice tidak hanya membuat kita terhibur, tapi juga bisa membuat kita bertambah wawasan dan berpikir cerdas.

Foto : Facebook Benny & Mice



Jumat, 02 April 2010

Sastrawan Bertutur Sederhana

Banyak orang sibuk menganeh-anehkan diri agar disebut sastrawan dan seniman. Padahal para sastrawan berteman dengan kesedihan agar bisa menuturkan dengan sederhana.(M.Fauzil Adhim)


Seniman Besar : Salah Tidak Masalah

Para seniman besar lebih banyak melakukan kesalahan ketimbang orang-orang yang tidak imajinatif. Mereka membiarkan semua ide mengalir bagai air dan terus mencoba tanpa takut salah.(dikutip dari sebuah majalah)

Selasa, 23 Maret 2010

Energi Inspirasi Tanpa Batas

Biarkan energi seniman melanglang tanpa batas, karena sesungguhnya energi inspirasi itu memang tak berbatas.(Fariz RM – musisi Indonesia)

Ciptakan Seni untuk Masyarakat

Jangan menciptakan seni untuk para seniman ataupun kaum intelektual. Ciptakan seni untuk masyarakat. Dan jika kamu mampu menyentuh hati seseorang dalam hidupnya dan membuatnya berbeda, kamu telah berhasil.(Ray Conniff - musisi Amerika)

Sabtu, 27 Februari 2010

Anugerah Kecerdasan dan Pengetahuan (Kahlil Gibran)

Tuhan telah menganugerahkan kecerdasan dan pengetahuan kepadamu. Janganlah kamu padamkan pelita cinta itu dan jangan biarkan lilin kearifan mati dalam kegelapan nafsu dan kesalahan, karena orang yang bijak mendekati manusia dengan obornya untuk menerangi jalan umat manusia.(Kahlil Gibran)

Selasa, 02 Februari 2010

Menulis Perlu Keikhlasan

Menurut Prof.Suminto A.Sayuti, menulis itu pun perlu keikhlasan. Jika sedang tidak bisa menulis kok dipaksakan, nanti jadinya ibarat onani, hasilnya hanya sampah. Itulah salah satu hal yang dapat kucatat dari acara Bincang-Bincang Sastra edisi Januari 2010 yang berlangsung hari Minggu (31/1) di ruang seminar TBY. Malam itu merupakan saat peluncuran buku ’Menggambar Angin’ - dokumentasi 70 puisi Hari Leo AER, seorang seniman multibakat Jogja, yang merupakan pionir utama acara BBS, yang telah berlangsung lebih dari 50 kali. Aku sendiri sepertinya baru untuk kelima kalinya mengikuti acara tersebut.

Sebagai wujud apresiasi untuk Hari Leo AER, maka ditampilkan sejumlah puisi karya beliau yang dibaca oleh aktor Whani Dharmawan dan sejumlah nama (maaf, tidak hafal), serta musikalisasi puisi oleh Untung Basuki dan dua komunitas seni mahasiswa. Aku setuju bahwa mestinya sudah saatnya ada penghargaan khusus dari pemerintah untuk Hari Leo AER, atas kerja keras dan dedikasi penuhnya terhadap perkembangan seni budaya di Yogyakarta.

Ulasan Prof.Suminto, guru besar dari UNY serta tanya jawab dengan beberapa orang cukup menambah wawasan pengetahuan para penggemar sastra yang hadir malam itu, termasuk bagiku sendiri pastinya. Sebagai bentuk penghormatanku bagi Mas Hari, kubelilah ’Menggambar Angin’ yang langsung ditandatangani oleh penulisnya. Sehabis itu aku sempat menyapa Mas Joni Ariadinata, redaktur majalah sastra Horison. Banyak sekali hal yang ingin kutanyakan, tapi sangat sedikit yang sempat tercetus. Sekali waktu, mungkin aku mesti berkunjung ke rumahnya, seperti yang pernah ditawarkannya kepadaku. Masih banyak jalan untuk terus belajar dan belajar.

Dengan Bahasa Cinta (Hari Leo AER)

Dengan bahasa cinta

kita pernah menawar malam

untuk tidak segera bergegas pulang


Yogya 2008

Sabtu, 16 Januari 2010

Seniman Berkesan Nyeleneh (Fariz RM)

Seniman – karena namanya berorientasi kreativitas - memiliki pendapat dan gagasan yang berbeda dari pemikiran umum. Parameter yang mereka gunakan tidak sama dengan banyak orang, sehingga berkesan nyeleneh dan ingin bebas tak terikat di mata pendapat umum. (Fariz RM)

Rabu, 13 Januari 2010

Karya Sastra dan Makna Peristiwa (Ismet Fanany)

Karya sastra tidak hanya berkisah tentang manusia, tingkah lakunya atau tentang tempat, tapi juga merenung tentang makna sebuah peristiwa, tentang akibat tingkah laku manusia. (Ismet Fanany)

Rabu, 06 Januari 2010

Wajah Jogja Rada Beda dengan Biennale Jogja X


Sejak pertengahan Desember 2009 silam hingga minggu kedua Januari 2010 ada pemandangan yang berbeda di berbagai penjuru Yogyakarta. Di seputar titik nol saja, yaitu antara Benteng Vredeburg, Istana Gedung Agung, hingga perempatan Kantor Pos Besar dan BNI, ada sejumlah karya yang tersaji. Ada patung-patung yang aneh atau poster lukisan berukuran raksasa. Lalu masih banyak pula yang terlihat, seperti di Malioboro, perempatan Jalan Senopati, pojok beteng wetan, bunderan UGM, dan lain-lain.

Keberadaan karya-karya seni rupa itu adalah dalam rangka Biennale Jogja X - 2009, pameran seni rupa besar-besaran setiap dua tahun. Biennale tahun 2009 diikuti lebih dari 300 seniman Jogja yang terdiri dari 126 perupa dan 6 kelompok seni yang hasil karyanya dipamerkan di empat pusat di Jogja yaitu TBY, Jogja National Museum (JNM), Sangkring Art Space dan Bank Indonesia. 197 seniman yang menyuguhkan hasil karyanya di ruang publik. Karya-karya di ruang-ruang publik ini berupa instalasi, mural kampung, street art, melukisi tanki air, karya master senirupa tradisional berusia sepuh, performance art, art project, respon kios PKL, melukisi toilet mobil, patung publik, banner, billboard dan videotronik.

Ketika Biennale Jogja X dibuka secara resmi oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik pada Jumat malam, 11 Desember 2009 lalu, halaman Taman Budaya Yogyakarta (TBY) terasa sesak karena begitu banyak seniman dan masyarakat umum yang menghadirinya.

Menyikapi tagline Biennale Jogja X - 2009 "Seni Agawe Santosa", Jero Wacik mengharapkan agar seni benar-benar mampu menciptakan kesejahteraan bagi seniman. "Jangan sampai ada seniman besar dan dikagumi, tetapi hidupnya susah," ujarnya.

Jika masih ingin melihat ruang publik Jogja yang menjadi ajang pameran seni rupa, datang saja hingga 10 Januari 2010, saat Biennale X Jogja berakhir.

Sumber data : www.gudeg.net

Foto-foto oleh Langkah Bangkit S. dan dapat lebih banyak dilihat di www.luhursatya.multiply.com









Risalah Apresiasi Tahun 2009


Tak banyak catatan yang kutulis di tahun 2009. Untuk memenuhi ruang kosong blog ini dan sekaligus wujud apresiasiku terhadap karya para seniman/budayawan yang telah lama berkiprah dalam dunia kesenian, maka sekadar kukutip kata-kata mutiara yang senantiasa mengandung hikmah, misalnya kutipan dari puisi WS Rendra dan novel Iwan Simatupang.

Pada bulan Desember kuhadiri tiga acara pembukaan, yakni : pameran foto di toko buku Togamas (1/12), pameran desain grafis Diskomplet di Bentara Budaya (4/12), dan pameran seni rupa Biennale X Jogja - 2009 (11/12). Acara pembukaan pertama tidak mengesankan, bahkan melihat foto yang dipamerkan saja tidak bisa leluasa. Yang kedua meriah, pengunjungnya banyak, yang dipamerkan menarik sekali, dan hiburan oleh dua penyanyi dangdut cukup menyegarkan. Sementara pembukaan Biennale Jogja X sangat meriah dan riuh rendah.


Sepanjang tahun 2009 sempat kuhadiri sejumlah acara seni : malam sastra 50 tahun Sanggar Bambu, Yogyakarta Gamelan Festival, sebuah pertunjukan teater, Pentas Budaya Rusia, dan Padz Jazz di TBY; pertunjukan puisi di Teater Garasi, bedah buku sastra di YUK, pemanggungan sastra di LIP, juga mengenang WS Rendra di pendapa Tamansiswa. Dalam acara terakhir kudengarkan kisah seniman-seniman sepuh Jogja yang pernah menjadi orang-orang terdekat dalam hidup Rendra. Salut bagi mereka yang mencintai seni dengan sejati dan total dalam berproses kreatif, sehingga mampu menghasilkan karya-karya yang berkualitas tinggi.

Aktivitasku bersama AFC TBY tidak sekencang tahun sebelumnya. Hanya dua kali kuiringi anak-anak nyanyi di Saphir Square dan panggung Sekaten. Pentas besar AFC di awal November, aku hanya terlibat dalam persiapannya, jadi tidak ikut tampil. Tapi yang penting tetap ada aktivitas dan rezeki pun mengalir saja. Mesti kusyukuri jua hal itu.

Peningkatan signifikan terjadi di tahun 2009 ketika cerpenku yang dimuat di media cetak jumlahnya ada lima buah. Dua cerpen dimuat di majalah Hai, sementara tiga cerpen lainnya dimuat di koran Batam Pos. Semoga tahun depan nasib karyaku bisa lebih baik lagi dan honornya juga lancar. Sampai awal Desember silam, honor dari Batam Pos belum kuterima.

Selama setahun kutambah koleksi buku yang kumiliki, yaitu : Bon Suwung (Gunawan Maryanto), Kacapiring (Danarto), Tangan Untuk Utik (Bamby Cahyadi) yang merupakan kumpulan cerpen. Lalu ada lagi On/Off Proses Kreatif (I Saraswati dkk), Psikologi Kematian (Komarrudin Hidayat), Living In Harmony (Fariz RM), dan Kiat Sukses Mengarang Novel (Saut Poltak Tambunan). Buku dengan judul terakhir kubeli karena aku penasaran, bagaimana sih sebenarnya mengarang novel itu? Semoga bisa kucoba mewujudkannya di tahun yang baru.

Tahun 2009 menjadi saat kepergian selamanya dua tokoh besar Indonesia : WS Rendra (6 Agustus) dan KH.Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (30 Desember). Semoga Allah SWT menerima amal ibadah mereka dan mengampuni dosa kesalahan beliau berdua. Semoga kita yang masih ada di dunia dapat belajar banyak dari beragam karya besar, ide-ide cemerlang, maupun catatan perjalanan hidup Rendra dan Gus Dur sepanjang hayat mereka. Amin.