"Jangan terlalu bersemangat agar kita tidak cepat lelah dan mati. Kamu tak tahu di mana akhir usahamu. Kita perlu napas panjang."
(Rh Widada dalam novel Jangan Kautulis Obituari Cinta)
"Jangan terlalu bersemangat agar kita tidak cepat lelah dan mati. Kamu tak tahu di mana akhir usahamu. Kita perlu napas panjang."
(Rh Widada dalam novel Jangan Kautulis Obituari Cinta)
"Jangan terlalu memikirkan keburukan orang lain yang malah menyiksa hatimu."
Entah nasihat dari siapa, mungkin bisa sebagai pengingat diri belaka.
Kalau kamu sering membaca karya sastra, kamu pasti merasakan mana karya sastra yang ditulis dengan jujur dan sepenuh hati dan mana yang berambisi untuk menjadi perintis atau pelopor. Karya yang baik tidak harus karya perintis atau pelopor itu. Pramoedya itu bukan pelopor, tapi siapa yang berani membantah bahwa karyanya baik. "Pulang" karangan Toha Mochtar tetap menyentuh, mengharukan, indah dan enak dibaca karena ditulis dengan jujur lebih dari 50 tahun lalu. "Mercy" tulisan pemenang Hadiah Nobel, Toni Morrison, yang berkisah tentang penderitaan warga kulit hitam di Amerika tidak membuat pembaca mengerutkan kening, begitu pula karya para pemenang Nobel lainnya.
(Sori Siregar dalam cerpen Saran Seorang Pengarang)
Selamat jalan untuk Pak Sori Siregar (12 November 1939 - 21 Juni 2021).
Saya membayangkan Allah lebih suka melihat kita tertawa daripada kita mengeluh. Kalau Allah melihat kita tertawa mungkin Dia lega. Dengan begitu berarti manusia mensyukuri dan menyukai berbagai macam fasilitas yang Dia beri.
(Fahruddin Faiz dalam buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba)
Seseorang yang beriman selalu menaruh husnuzzann, kepercayaan bahwa di balik segala penderitaan dalam skala kecil, ada hikmah besar dalam skala besar yang mungkin baru diketahui di belakangnya.
(Ulil Abshar Abdalla dalam buku Jika Tuhan Mahakuasa, Kenapa Manusia Menderita?)
Dunia literasi adalah kerelaan untuk membuka hati, mengosongkan prasangka, meluaskan pengertian, dan hal itu akan membuka ruang yang mahaluas untuk berdialog dan berbagi rasa.
(Kang Maman dalam #HidupKadangBegitu)
Rumah bukan hanya tempat tinggal. Rumah adalah
teman seiring seperjalanan sepengembaraan
sebelum kamu benar-benar mendapatkan Rumah.
(dikutip dari puisi Berkenalan dengan Rumah-Kepada cerpen "Rumah-rumah" SDD karya Joko Pinurbo)
Sejak Bapak dan Ibu membawa keluarganya hijrah ke Yogyakarta pada 1980, hanya ada sebuah rumah yang menjadi tempat tinggal saya, barangkali hingga akhir masa. Bapak, Ibu, dan kakak sulung sudah tiada. Kakak-kakak lainnya telah memiliki rumah sendiri bersama keluarganya masing-masing. Yang tersisa kini bersama saya adalah seorang kakak saya beserta suami dan ketiga anaknya. Mereka pernah pergi, tapi akhirnya kembali.
Foto dibuat kala Lebaran lalu.
Memang ada kejahatan, penderitaan, penyakit, dan kesakitan di dunia, dari dulu hingga kapan pun. Tetapi apa yang sudah ada saat ini adalah bentuk dunia yang paling mungkin dan sempurna.
(Ulil Abshar Abdalla dalam buku Jika Tuhan Mahakuasa, Kenapa Manusia Menderita?)
Masa lalu dan masa depan itu tidak ada. Maka ketika Anda galau oleh sesuatu di masa lalu atau tentang masa depan, sebenarnya Anda menggalaukan sesuatu yang tidak ada.
(Fahruddin Faiz dalam buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba)
Setiap malam, bulan
diam-diam mencium sang
pencinta yang
menghitung
gemintang.
Kita bisa mencari cinta, tapi pada puncaknya, cinta itu datang tanpa kita rencanakan, ke dalam hati.
(Mereguk Cinta Rumi - Haidar Bagir)
Setiap orang dicipta tuk lakukan kerja tertentu. Dan hasrat untuk lakukan kerja itu telah dimasukkan ke dalam hati setiap orang.
(Mereguk Cinta Rumi - Haidar Bagir)
Kebencian membatasi dan cinta kasih membebaskan.
Kebencian menimbulkan penyesalan, cinta kasih menghasilkan kedamaian dan ketenteraman hidup.
(Oka Rusmini dalam buku Koplak)