Kamis, 27 Agustus 2020

Mengenang Sapardi : Apa Sebenarnya Makna Sejarah


"Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah," ujar pemimpin negara waktu itu. Dan ia terguling. Apakah sebenarnya makna sejarah? Apa pula makna meninggalkan sejarah? Kita ini sedang menciptakan sejarah atau terbawa dalam arus? Yang sangat deras. Apakah orang bisa berada di luar sejarah agar bisa menciptakannya? Dengan kekerasan? 
"Bangsa-bangsa primitif di dunia ketiga harus belajar," kata profesornya yang suka omong seenaknya itu. Yang suka menyulut ribut-ribut di ruang kuliah dan suka mengajaknya ngobrol di kafetaria kampus. Tapi belajar apa? Dan bagaimana? Masyarakat mana pun, yang sudah memiliki tata cara bertindak dan berpikir sendiri, untuk apa belajar dari orang bangsa lain? Pikirnya. Untuk apa mengukur semuanya berdasarkan konsep-konsep asing? Ia mendadak khawatir akan cara berpikirnya sendiri. 

(Sapardi Djoko Damono dalam Pengarang Telah Mati) 



Pertama kali membaca Pengarang Telah Mati pada 2010, tak lama setelah membelinya bersama Pengarang Belum Mati dan Nokturno di Studio Teater Garasi. Itulah momentum pertama saya melihat Pak Sapardi hanya beberapa meter di depan mata. Kembali membacanya ketika sang pengarang telah tutup usia dan menemukan kalimat-kalimat mengesankan yang disuratkannya. 
Semoga Pak Sapardi baik-baik belaka hidupnya di alam sana. 

Tidak ada komentar: