Minggu, 30 April 2017

Dilema Nesya

Belum pernah Nesya berada dalam situasi maupun kondisi sebagaimana akhir-akhir ini. Sebuah dilema tengah dihadapi sang gadis demi menentukan masa depannya. Dua lelaki yang mencintainya mesti dia pilih salah satu sebagai pendamping hidupnya. Nesya sungguh tak ingin hari-harinya mendatang sarat kisah tak bahagia, lantaran sesal kemudian adalah kesia-siaan belaka. Ia mesti mempertimbangkan segala yang diketahuinya tentang mereka dengan logika, tapi tentu dengan menyimak pula kata sanubarinya.
Lelaki pertama yang bernama Bryan berasal dari sebuah keluarga kaya yang dikenal murah hati, meski adakalanya agak tinggi hati. Orangtua Nesya sudah lama berteman baik dengan ayah ibu Bryan yang kini telah tiada keduanya. Namun, gadis itu tak terlalu mengakrabi Bryan, kendati mereka saling mengenal sejak bocah. Secara kasat mata, anak orang kaya itu mungkin lelaki idaman banyak perempuan. Bryan berwajah tampan, mewarisi harta kekayaan yang lebih dari cukup jumlahnya, sehingga apa saja yang diminta istrinya kelak, pastilah dia mampu membelikannya. Sayangnya, ada sikap Bryan yang tak disukai Nesya. Lelaki itu mudah tersinggung dan menjadi sosok yang menakutkan jika marah. Rhea, sahabatnya, yang memberitahunya karena sepupunya pernah menjadi kekasih Bryan. Maka Nesya sangat berhati-hati saban berbincang dengan si lelaki tampan. Dia tidak pernah merasa nyaman berada di dekat Bryan, biarpun lelaki itu selalu membawakan buah tangan dan mendapat sambutan hangat orangtuanya.
          Lelaki kedua bernama Jaka. Tidak terlalu ganteng, tapi berbicara dengan lelaki kurus itu senantiasa menyenangkan hati Nesya. Dia humoris dan memiliki hal-hal yang menarik untuk diceritakan. Setahu Nesya, Jaka merupakan pekerja keras hingga bisa hidup mandiri tanpa tergantung pada orangtuanya lagi secara ekonomi. Ayah Jaka telah tutup usia, sementara ibunya hidup bersahaja dengan uang pensiun peninggalan suaminya. Ketika usahanya mulai berkembang, Jaka mampu membantu memenuhi keperluan sehari-hari ibu maupun adik-adiknya. Ibunya bahkan diberi modal membuka warung kelontong kecil di rumahnya yang bisa memperbaiki perekonomian keluarga.

***
          “Bapak dan Ibu, saya bebas memilih Kak Bryan atau Kak Jaka untuk mendampingi hidup saya, bukan?” tanya Nesya meminta nasihat orangtuanya.
          “Iya, Nak. Terserah kau yang mengambil keputusan terbaik demi masa depanmu. Yang jelas, Bapak lebih mengenal Nak Bryan. Tapi sepertinya Nak Jaka pun lelaki yang bertanggung jawab. Yang perlu kau ingat, setiap pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing,” sahut Bapak.
          “Siapa pun yang kau pilih, mudah-mudahan dia yang terbaik bagimu dan hidup kalian bakal bahagia. Sudah pasti Ibu selalu memberikan doa restu padamu, Nesya sayang.”
          Nesya lega mendapat dukungan positif dari orangtuanya. Ia memutuskan memilih Jaka sebagai calon suaminya. Namun, gadis itu rada khawatir ketika harus menolak Bryan. Nesya pun meminta saran Jaka.
          “Kau minta saja Bryan datang kemari dan katakan padanya dengan terus terang. Tapi kau tak perlu seorang diri menghadapinya. Mintalah Bapak dan Ibu menemanimu. Jika kau tak keberatan, aku juga akan hadir mendampingimu,” ucap Jaka.
          “Terima kasih, Kak. Semoga hal itu bisa menjadi solusi yang baik.”
          Peristiwa selanjutnya berjalan sesuai dengan skenario yang dirancang Jaka. Di depan dara dambaannya yang duduk di antara orangtua dan calon suaminya, Bryan berusaha menerima sebuah kenyataan pahit dengan berbasa-basi.
          “Jika demikian adanya, saya ucapkan selamat untuk Saudara Jaka yang sudah dipilih Dik Nesya menjadi pendamping hidupnya. Moga-moga kalian hidup bahagia hingga lanjut usia.”
          “Terima kasih untuk kebesaran hati dan doanya. Mudah-mudahan Kak Bryan mendapatkan jodoh yang lebih baik ketimbang saya,” kata Nesya hati-hati karena melihat raut wajah Bryan yang tampak memucat, meski lelaki itu berusaha tetap tersenyum.

***
          Kendati di hadapan Nesya tampaknya Bryan telah rela melepas perempuan yang dicintainya, ternyata kemasygulan masih tersisa dalam hatinya. Ia tak mau begitu saja membiarkan Jaka dengan mudahnya menikahi Nesya. Dimintanya saran dari Saprino, sahabat lawasnya yang menjadi tangan kanannya dalam menjalankan usahanya.
          “Serahkan saja semua padaku. Bos tinggal duduk manis menanti hasilnya,” ujar Saprino percaya diri.
          “Apa rencanamu sebenarnya? Tapi tolong ya, aku tak mau ada kekerasan yang berpotensi jadi urusan polisi nanti,” sahut Bryan yang mencoba tetap rasional.
          “Tenang saja, kita tidak akan main kasar. Aku pasti jaga nama baikmu, Bos.”
          Maka mulai dijalankanlah rencana Saprino. Tentu Bryan berharap rencana pernikahan Nesya dan Jaka bisa digagalkan. Ia siap melakukan upaya pendekatan lagi terhadap sang gadis, sekiranya apa yang dilakukan Saprino berhasil.

***
          Nesya suatu hari menerima beberapa pesan di ponselnya dari nomor-nomor yang tidak dikenalnya. Berlanjut pada hari sesudahnya, dia pun menerima tiga surat yang tidak tertulis nama pengirimnya. Namun, isinya rata-rata hampir sama. Seluruh pesan dan surat tersebut mengabarkan hal-hal buruk mengenai Jaka, lelaki yang akan menikahinya. Ada yang isinya memberitahu bahwa Jaka pernah menghamili pacarnya dan memaksanya melakukan aborsi. Ada pula yang meminta Nesya membatalkan pernikahannya karena Jaka hanyalah lelaki pendusta. Bahkan ada foto yang memperlihatkan Jaka sedang berciuman dengan seorang perempuan dan masih ada beberapa informasi lainnya yang membuat Nesya terperangah. Semua orang yang dekat dengan sang gadis menyarankannya agar tidak memedulikan berita yang sumbernya tak jelas tersebut. Nesya lama-lama sedikit terpengaruh. Dia ingin Jaka bisa memberikan klarifikasi terhadap isi pesan dan surat yang diperolehnya.
          “Sayang, apakah kau kenal satu atau beberapa orang yang memberitahumu macam-macam tentang diriku itu?” tanya Jaka dengan sabar.
          “Tak ada satu pun yang kutahu, Kak,” jawab Nesya pelan.
          “Apakah wajar kau percayai kata-kata orang yang bahkan kau tak tahu mereka itu siapa?”
          “Iya, Kak. Pastinya lebih baik kupercayai orang yang kukenal dengan baik, seperti calon suamiku ini. Apa gunanya ya, kupercayai seluruh kabar tak jelas itu?” Ucapan Nesya membuat Jaka tersenyum lega.
          Upaya Saprino -demi ambisi Bryan- untuk mengusik rencana pernikahan Nesya dan Jaka ternyata tidak efektif. Dua sejoli itu terus melanjutkan rencananya mempersiapkan momentum berharga dalam hidup mereka. Bryan akhirnya berbesar hati menerima fakta bahwa Nesya memang bukanlah miliknya dan bahkan siap menghadiri pernikahan perempuan yang pernah didambanya. Ia terkesan dengan kehangatan sikap Jaka yang secara khusus mendatangi rumahnya untuk mengantarkan undangan pernikahannya. Kemantapan hati Nesya memilih Jaka pun mengakhiri dilema yang sempat menderanya. Ia telah bersedia seia sekata melakoni sisa hidupnya di muka bumi bersama lelaki kurus itu.

# Cerpen ini dimuat di Radar Surabaya, 30 April 2017. 


Tidak ada komentar: