Selasa, 27 Agustus 2019

Dua Hari di Mocosik Festival 2019

Baru datang pertama kali pada Sabtu siang (24/8) langsung menyimak obrolan tentang puisi cinta bersama Agus Noor dan Joko Pinurbo dengan dipandu Vika  Aditya nan ayu. Sehabis itu berkeliling melihat begitu banyak buku dan akhirnya membawa pulang tiga buku yang dijual sepuluh ribuan. Ketika aku membayar 30 ribu saja, di kasir sebelah ada seorang lelaki yang mengeluarkan lebih dari satu juta dari saku celananya. 

Aku kembali berada di Mocosik Festival 2019 pada Minggu petang (25/8) yang merupakan hari pamungkas. Seusai membeli tiket dan sejumlah buku, aku pun menyaksikan Ine Febriyanti dan Whani Darmawan membaca salah satu bab dalam buku Bumi Manusia. Semoga masih sempat kutonton akting dua aktor hebat itu dalam film garapan Hanung Bramantyo tersebut di bioskop.  Menghadirkan impresi tersendiri kala menyimak obrolan bersama keluarga Pramoedya Ananta Toer dan juga salah satu tokoh Mocosik yang menjadi pelopor terbitnya kembali karya Pram pada era reformasi. Setelah mendengarkan sejenak obrolan tentang dokumentasi musik di Indonesia, aku pun beranjak ke lokasi pertunjukan untuk menyaksikan Pusakata dan Tulus. Semua orang pun pulang dengan bahagia pada malam itu. Terima kasih, Mocosik Festival 2019.

Jumat, 23 Agustus 2019

Jembatan Tak Berujung - Mahabharata 1.5 di TBY


Meskipun cerita Mahabharata sangat tua dan panjang, ketika kita menyimaknya lebih saksama, kita dapat melihat bahwa dunia kita saat ini memiliki kemiripan yang kuat dengan dunia Mahabharata. (Hiroshi Koike) 

Jembatan Tak Berujung - Mahabharata 1.5, Pertunjukan Kolaborasi Asia karya Hiroshi Koike, dipentaskan di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pada 22-23 Agustus 2019.

Sungguh mengesankan menyaksikan para seniman dari lima negara yang berbeda (Jepang, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan India) bermain bersama membawakan lakon Mahabharata yang tiada habisnya untuk digali dan memberi makna. Harmoni tercipta dengan indah kendati masing-masing pihak membawa perbedaan bahasa, budaya, maupun hal lainnya. Salut dan terima kasih untuk semua yang turut serta dalam pertunjukan tersebut.

Minggu, 18 Agustus 2019

Buku Merah Putih 2019


Untuk ikut menyemarakkan HUT Kemerdekaan RI ke-74, sejenak saya menengok koleksi buku yang ada. Ternyata terdapat sejumlah buku yang sampulnya dari samping berwarna merah dan putih. Maka jadilah tumpukan buku merah putih sesuai warna bendera Indonesia.

Beberapa pernyataan menarik dalam sebuah esai di buku Talijiwo karya Sujiwo Tejo : 

"Dosa terbesar orang-orang yang kena Operasi Tangkap Tangan oleh KPK adalah mereka membuat kita semua merasa suci..." 
"Inkonsistensi sedang mengancam bangsa ini. Banyak yang ngakunya suka persatuan. Giliran makan soto, nasinya minta dipisah." 

Hal penting tentang agama dan kemanusiaan, dikutip dari salah satu esai dalam buku Gus Dur Santri Par Excellence yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas : Memaknai ajaran agama, di mata Gus Dur, juga tidak dapat dilepaskan dari sisi kemanusiaannya. Untuk menjadi penganut agama yang baik, selain meyakini kebenaran ajaran agamanya, juga harus menghargai kemanusiaan. "Jika kemanusiaan diabaikan, itu adalah pangkal hilangnya nilai-nilai keagamaan yang benar," katanya.  

Dirgahayu Indonesiaku! Semoga kian cerdas kehidupan bangsaku.

Jumat, 16 Agustus 2019

Menjadi Peserta Aubade Pancasila 2019

Sebuah pengalaman baru lagi untuk anak-anak. Mengikuti Aubade Pancasila di Balairung UGM pada Rabu, 14 Agustus 2019. Bersama lebih dari 1000 orang dari berbagai penjuru Yogyakarta menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan cinta tanah air. 

 

Seusai acara berlangsung, beberapa anak dan orangtuanya beruntung bisa berfoto bersama sejumlah tokoh, seperti Gubernur DIY dan Menkominfo RI. Acara kemarin pun diberitakan di berbagai media publik cetak maupun daring. Selamat dan terima kasih untuk penggagas acara, panitia, dan semua pihak yang turut serta dalam Aubade Pancasila 2019. "Berpeganglah tangan satu dalam cita, demi masa depan Indonesia Jaya!" 




Rabu, 07 Agustus 2019

Kesenian dan Nilai Kemanusiaan

Saya yakin, sastra atau kesenian pada umumnya masih mengandung nilai-nilai yang bisa menyentuh bagian-bagian terhalus dari kemanusiaan. (Acep Zamzam Noor)