Selama tahun 2012 saya
lebih banyak mengutip pernyataan sarat makna dari sejumlah seniman dan
budayawan. Itulah salah satu wujud apresiasi saya terhadap mereka. Namun
sekarang saya mencoba merangkum kegiatan kesenian di Yogyakarta yang saya ikuti
perkembangannya, sebagai wujud apresiasi jua, seperti halnya yang pernah saya
tulis pada tahun-tahun sebelumnya.
Selama
Agustus-September 2012 ada cukup banyak pertunjukan impresif yang saya hadiri.
Pada Sabtu (25/8) saya mengikuti
acara Bincang-bincang Sastra yang bertema ‘Membaca Rendra’ di Ruang Seminar Taman
Budaya Yogyakarta (TBY). Terdapat pembacaan puisi oleh Hari Leo, Dinar S,
Latif, dan Novi, musikalisasi puisi oleh Untung Basuki, serta testimoni dari
Fajar Suharno (murid dan sahabat Rendra). Sayangnya acara tersebut hanya
berlangsung selama satu jam, terlalu singkat rasanya untuk membaca Rendra -
sebagaimana judul acara itu. Apalagi jika mengingat bahwa setahun sebelumnya,
acara mengenang wafatnya Rendra di Karta Pustaka berlangsung beberapa jam
hingga lewat tengah malam.
Pada 27-31 Agustus 2012
berlangsunglah acara Festival Teater Jogja dengan tema ‘Pahlawan Kampung’ di
Gedung Sositet TBY. Saya selalu tidak kebagian kursi ketika tiga kali menjadi
penontonnya, yaitu pada hari Senin (27/8) ‘Nggoleki Jimate Basiyo’ dari Teater
Kandang Jaran, Selasa (28/8) dengan lakon ‘Move On’ dari Teater Rock n’ Roll,
dan Jumat (30/8) ‘Pak Dalang’ dari Behind Teater (BETA). Ketiga pentas teater
tersebut sangat berbeda satu sama lain. Teater Kandang Jaran menyajikan lakon
dalam bahasa Jawa, Teater Rock n’ Roll menampilkan drama musikal, sementara
BETA memilih pendekatan komedi, menggunakan properti wayang raksasa, dan sempat
melibatkan penonton pula dalam pertunjukannya.
|
Pertunjukan Teater Boneka Pappermoon : Mwathirika |
Sebagai selingannya,
saya melihat Pertunjukan Teater Boneka Papermoon, dengan judul lakon ‘Mwathirika’
di Padepokan Seni Bagong Kussudiarjo (PSBK) Kasihan Bantul pada hari Kamis
(29/8). Cerita berlatar belakang tragedi 1965 tersebut menjadi acara pamitan
sebelum grup Pappermoon pentas di Amerika Serikat, sekaligus penggalangan dana
untuk Pesta Boneka #3 yang rencananya diadakan pada Desember 2012 nanti.
Bulan September 2012 diawali
dengan nonton aksi gitaris Balawan (yang diiringi komunitas Jazz Mben Senen) di
Museum Benteng Vredeburg pada Selasa (4/9), Jazz Mben Senen edisi Ismail Marzuki
pada Senin (10/9) di Bentara Budaya, serta Gelar Eksperimentasi Karya Seni. Acara
yang diselenggarakan oleh TBY itu menampilkan eksperimentasi seni musik ‘Kulon
Kangin’ dari Bayu Citra Raharja dengan BCR Project pada Selasa (11/9), eksperimentasi karya seni karawitan ‘Kebar Pradangga’ dari Anon Suneko, Tulus
Widodo, dan Welly Hendratmoko pada Kamis (13/9), dan ketoprak (yang tidak saya
saksikan) pada Sabtu (15/9) di Gedung Sositet TBY.
|
BCR (Bayu Citra Raharja) Project : Kulon Kangin di Sositet TBY |
Penampilan Bayu Citra
Raharja dkk bukan sekadar pentas musik, melainkan pertunjukan multimedia yang menarik. Tersebutlah kisah ‘Petualangan Sang
Cahaya’ yang dibawakan oleh seorang narator yang teatrikal (dibawakan dengan
atraktif oleh Rocy Marciano) mengiringi lagu demi lagu, yang sesekali dihiasi
tarian dari WE Dancer. BCR Project sendiri terdiri dari beberapa pemain yang
memainkan alat musik internasional (drum, keyboard, gitar, bass, saxophone),
lalu beberapa alat musik etnis (kendang, suling, gamelan Bali), dan
marimba/vibraphone yang dimainkan sendiri oleh Bayu selaku sang komponis. Pada
hari Kamis, seusai melihat karawitan eksperimental di sositet, saya bersama
penonton lainnya beranjak menyaksikan pertunjukan lain yang rupanya sedang
berlangsung di Amphitheater TBY. Ada sebuah seni tradisi dari sebuah daerah di
Indonesia (maaf, entah dari mana - saya kurang informasi) yang sangat
bersemangat menari diiringi musik tambur. Setelah itu kami menonton pentas teater
kolaborasi ‘Pak Tani dan Iblis’ dari para seniman Indonesia-Thailand-Myanmar. Unik sekali karena mereka berkomunikasi dengan bahasanya masing-masing plus
bahasa Inggris. Sebagai penutup, tampillah sebuah kelompok teater dari Kulon
Progo yang menceritakan keresahan mereka terhadap penambangan pasir besi di
daerahnya.
|
Jogja International Street Performance di TBY |
Akhirnya pada Jumat
(28/9) saya menonton Jogja International Street Performance (JISP), sebuah
acara yang menampilkan seniman jalanan dari beragam negara. Penonton yang hadir
sangat banyak membuat Gedung Sositet TBY sesak sekali. Bahkan saya sendiri
melihat aksi para artis dari Indonesia, Spanyol, Belanda, India, dan Jepang itu
tepat di pintu samping selatan dengan berdesak-desakan. Acara serupa tahun lalu
diadakan di Concert Hall, antusiasme penonton pun mendapat tempat yang memadai.
Sayangnya, ruang pertunjukan terbesar di TBY tersebut sedang dalam proses
renovasi, sehingga tidak bisa digunakan untuk sementara waktu. Pada tanggal 29-30
September dan 1 Oktober 2012 sebenarnya masih ada pertunjukan menarik Jogja
International Art Performances Festival (JIPA) di TBY dan ISI Yogyakarta, tapi
saya tidak bisa menghadirinya.
Sebelumnya, Yogyakarta
Gamelan Festival (YGF) edisi tahun ini saya absen nonton, setelah selama empat
tahun berturut-turut (2008-2011) selalu menyaksikannya di Concert Hall TBY.
Faktor tempat pertunjukan yang dipindah ke Pusat Kebudayaan Prof.Koesnadi
Hardjasoemantri (Purna Budaya) menjadi salah satu alasannya. Sementara itu
pameran seni ART JOG 2012 yang mengubah wajah TBY selama beberapa pekan di
bulan Juli 2012 menjadi sesuatu yang berkesan bagi saya. Sampai dua kali saya
menyimak karya-karya spektakuler yang dipamerkan.
|
ART JOG 2012 di TBY |
Acara lain yang menarik di
bulan Juli, yaitu pentas band ’Angin Timur’ yang beraliran rock progresif dan
dalam beberapa lagunya dibantu kesenian Didong dari Aceh di Auditorium
Pascasarjana ISI serta Jagongan Wagen menampilkan ’Maya Dance Theater’ dari
Singapura dan pertunjukan musik etnik garapan pemuda-pemudi kreatif Jogja di
PSBK Kasihan Bantul. Sementara itu ketika Juni 2012 saya sempat menyimak aksi
dan kisah hidup dari gitaris Jubing Krsitianto di Bentara Budaya Yogyakarta.