Kamis, 18 Oktober 2012

Apresiasi Generasi Muda terhadap Beragam Seni


Uraian dari salah satu institusi teater :

Mendorong generasi muda melihat teater, film, tari, hingga musik dan sastra, bukanlah semata mengharuskan mereka menjadi seniman. Tetapi ketika anak-anak muda melihat teater akan menyadari perlunya kemampuan ekspresi dan komunikasi serta narasi dalam ruang beragam.

Saat generasi muda melihat seni tari, musik, hingga rupa, setelah jadi pemimpin akan menyadari perlunya ruang publik serta arsitektural yang tepat bagi tubuh kultural bangsa. Maka hal-hal kecil yang menghidupkan masyarakat akan dijaga, sebutlah trotoar, taman, hingga pusat kegiatan remaja. Demikian juga hak warga negara melihat dan menikmati tata ruang serta musikal.

Sekiranya generasi muda menyukai sastra, maka akan menjadi pemimpin yang susastra, yang tergerak oleh perasaan halus yang muncul dari kehidupan, mendengar suara rakyat hingga persoalan suara minoritas. Lebih dari itu, ia akan menjadi perawat bahasa, yang berarti menjadi perawat sejarah dan filsafat bangsa itu sendiri.

(Garin Nugroho)

Jumat, 12 Oktober 2012

Rangkuman Aktivitas Seni di Yogyakarta Tahun 2012

Selama tahun 2012 saya lebih banyak mengutip pernyataan sarat makna dari sejumlah seniman dan budayawan. Itulah salah satu wujud apresiasi saya terhadap mereka. Namun sekarang saya mencoba merangkum kegiatan kesenian di Yogyakarta yang saya ikuti perkembangannya, sebagai wujud apresiasi jua, seperti halnya yang pernah saya tulis pada tahun-tahun sebelumnya.

Selama Agustus-September 2012 ada cukup banyak pertunjukan impresif yang saya hadiri.
Pada Sabtu (25/8) saya mengikuti acara Bincang-bincang Sastra yang bertema ‘Membaca Rendra’ di Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Terdapat pembacaan puisi oleh Hari Leo, Dinar S, Latif, dan Novi, musikalisasi puisi oleh Untung Basuki, serta testimoni dari Fajar Suharno (murid dan sahabat Rendra). Sayangnya acara tersebut hanya berlangsung selama satu jam, terlalu singkat rasanya untuk membaca Rendra - sebagaimana judul acara itu. Apalagi jika mengingat bahwa setahun sebelumnya, acara mengenang wafatnya Rendra di Karta Pustaka berlangsung beberapa jam hingga lewat tengah malam.

Pada 27-31 Agustus 2012 berlangsunglah acara Festival Teater Jogja dengan tema ‘Pahlawan Kampung’ di Gedung Sositet TBY. Saya selalu tidak kebagian kursi ketika tiga kali menjadi penontonnya, yaitu pada hari Senin (27/8) ‘Nggoleki Jimate Basiyo’ dari Teater Kandang Jaran, Selasa (28/8) dengan lakon ‘Move On’ dari Teater Rock n’ Roll, dan Jumat (30/8) ‘Pak Dalang’ dari Behind Teater (BETA). Ketiga pentas teater tersebut sangat berbeda satu sama lain. Teater Kandang Jaran menyajikan lakon dalam bahasa Jawa, Teater Rock n’ Roll menampilkan drama musikal, sementara BETA memilih pendekatan komedi, menggunakan properti wayang raksasa, dan sempat melibatkan penonton pula dalam pertunjukannya.

Pertunjukan Teater Boneka Pappermoon : Mwathirika

Sebagai selingannya, saya melihat Pertunjukan Teater Boneka Papermoon, dengan judul lakon ‘Mwathirika’ di Padepokan Seni Bagong Kussudiarjo (PSBK) Kasihan Bantul pada hari Kamis (29/8). Cerita berlatar belakang tragedi 1965 tersebut menjadi acara pamitan sebelum grup Pappermoon pentas di Amerika Serikat, sekaligus penggalangan dana untuk Pesta Boneka #3 yang rencananya diadakan pada Desember 2012 nanti.

Bulan September 2012 diawali dengan nonton aksi gitaris Balawan (yang diiringi komunitas Jazz Mben Senen) di Museum Benteng Vredeburg pada Selasa (4/9), Jazz Mben Senen edisi Ismail Marzuki pada Senin (10/9) di Bentara Budaya, serta Gelar Eksperimentasi Karya Seni. Acara yang diselenggarakan oleh TBY itu menampilkan eksperimentasi seni musik ‘Kulon Kangin’ dari Bayu Citra Raharja dengan BCR Project pada Selasa (11/9), eksperimentasi karya seni karawitan ‘Kebar Pradangga’ dari Anon Suneko, Tulus Widodo, dan Welly Hendratmoko pada Kamis (13/9), dan ketoprak (yang tidak saya saksikan) pada Sabtu (15/9) di Gedung Sositet TBY. 

BCR (Bayu Citra Raharja) Project : Kulon Kangin di Sositet TBY

Penampilan Bayu Citra Raharja dkk bukan sekadar pentas musik, melainkan pertunjukan multimedia yang menarik. Tersebutlah kisah ‘Petualangan Sang Cahaya’ yang dibawakan oleh seorang narator yang teatrikal (dibawakan dengan atraktif oleh Rocy Marciano) mengiringi lagu demi lagu, yang sesekali dihiasi tarian dari WE Dancer. BCR Project sendiri terdiri dari beberapa pemain yang memainkan alat musik internasional (drum, keyboard, gitar, bass, saxophone), lalu beberapa alat musik etnis (kendang, suling, gamelan Bali), dan marimba/vibraphone yang dimainkan sendiri oleh Bayu selaku sang komponis. Pada hari Kamis, seusai melihat karawitan eksperimental di sositet, saya bersama penonton lainnya beranjak menyaksikan pertunjukan lain yang rupanya sedang berlangsung di Amphitheater TBY. Ada sebuah seni tradisi dari sebuah daerah di Indonesia (maaf, entah dari mana - saya kurang informasi) yang sangat bersemangat menari diiringi musik tambur. Setelah itu kami menonton pentas teater kolaborasi ‘Pak Tani dan Iblis’ dari para seniman Indonesia-Thailand-Myanmar. Unik sekali karena mereka berkomunikasi dengan bahasanya masing-masing plus bahasa Inggris. Sebagai penutup, tampillah sebuah kelompok teater dari Kulon Progo yang menceritakan keresahan mereka terhadap penambangan pasir besi di daerahnya.

Jogja International Street Performance di TBY 

Akhirnya pada Jumat (28/9) saya menonton Jogja International Street Performance (JISP), sebuah acara yang menampilkan seniman jalanan dari beragam negara. Penonton yang hadir sangat banyak membuat Gedung Sositet TBY sesak sekali. Bahkan saya sendiri melihat aksi para artis dari Indonesia, Spanyol, Belanda, India, dan Jepang itu tepat di pintu samping selatan dengan berdesak-desakan. Acara serupa tahun lalu diadakan di Concert Hall, antusiasme penonton pun mendapat tempat yang memadai. Sayangnya, ruang pertunjukan terbesar di TBY tersebut sedang dalam proses renovasi, sehingga tidak bisa digunakan untuk sementara waktu. Pada tanggal 29-30 September dan 1 Oktober 2012 sebenarnya masih ada pertunjukan menarik Jogja International Art Performances Festival (JIPA) di TBY dan ISI Yogyakarta, tapi saya tidak bisa menghadirinya.

Sebelumnya, Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) edisi tahun ini saya absen nonton, setelah selama empat tahun berturut-turut (2008-2011) selalu menyaksikannya di Concert Hall TBY. Faktor tempat pertunjukan yang dipindah ke Pusat Kebudayaan Prof.Koesnadi Hardjasoemantri (Purna Budaya) menjadi salah satu alasannya. Sementara itu pameran seni ART JOG 2012 yang mengubah wajah TBY selama beberapa pekan di bulan Juli 2012 menjadi sesuatu yang berkesan bagi saya. Sampai dua kali saya menyimak karya-karya spektakuler yang dipamerkan. 


ART JOG 2012 di TBY

Acara lain yang menarik di bulan Juli, yaitu pentas band ’Angin Timur’ yang beraliran rock progresif dan dalam beberapa lagunya dibantu kesenian Didong dari Aceh di Auditorium Pascasarjana ISI serta Jagongan Wagen menampilkan ’Maya Dance Theater’ dari Singapura dan pertunjukan musik etnik garapan pemuda-pemudi kreatif Jogja di PSBK Kasihan Bantul. Sementara itu ketika Juni 2012 saya sempat menyimak aksi dan kisah hidup dari gitaris Jubing Krsitianto di Bentara Budaya Yogyakarta.

Model Indonesia Favorit 2012 di Wallpapers of Lou (1)


Rini Lovelyluna









Raisa Andriana

Nina Zatulini













Nadine Alexandra

Chua 'Kotak'
Anisa 'Cherrybelle'

Sonya 'JKT 48'

Marissa Nasution


Sierra Soetedjo

Alexa Key

Selasa, 09 Oktober 2012

Terjebak Kebahagiaan Bersyarat


Kebanyakan dari kita sering terjebak dengan anggapan bahwa kebahagiaan itu identik dengan pencapaian-pencapaian besar. Uang banyak, mobil bagus, kekasih rupawan, dan lain-lain. Gara-gara terjebak dengan kebahagiaan bersyarat, panca indera kita jadi tumpul menemukan sejumlah kebahagiaan sederhana, yang sesungguhnya justru tersebar di mana-mana. (intisari dari sebuah buku)