Entah sejak kapan persisnya saya mengenal karya-karya Sapardi Djoko Damono, tapi mungkin saya lebih dahulu mengenal musikalisasi puisi Aku Ingin. Lelaki yang melakukan alih wahana dari puisi menjadi lagu tersebut adalah Ags. Arya Dipayana, yang lebih saya akrabi sebagai Om Adji. Seingat saya, Om Adji pernah memberi kami sebuah kaset rekaman berisi Musikalisasi Puisi karya Sapardi Djoko Damono (SDD). Kaset itu tak bersampul, tapi rasanya saya pernah menyetelnya beberapa kali. Lantas, kaset itu tiba-tiba hilang entah berada di mana. Namun, ketika era kaset sudah berakhir, entah dari mana saya kemudian memiliki folder lagu MP3 yang isinya sama dengan kaset dari Om Adji yang dahulu hilang. Saya pun menjadi penggemar duo AriReda. Satu lagi yang juga saya miliki dan menjadi favorit saya adalah album Gadis Kecil (Dua Ibu Menyanyikan Puisi Sapardi Djoko Damono). Ketika komputer saya mengalami masalah besar tahun 2016 lalu dan setahun lebih saya tidak bisa memanfaatkannya, dua album tersebut untuk sementara hilang. Pada medio Agustus 2017 ternyata komputer saya bisa diaktifkan kembali dan dua album itu masih ada. Saya pun bisa mendengarkannya kembali dengan takzim.
Sewaktu saya mulai menulis cerpen, saya jadi lebih mengenal karya-karya SDD yang ternyata tidak sebatas puisi. Buku pertama karya beliau yang saya miliki adalah kumpulan cerpennya yang berjudul Membunuh Orang Gila (2006). Hingga kini buku terbitan Penerbit Kompas Gramedia tersebut menjadi salah satu kumpulan cerpen favorit saya. Setelah itu saya pernah menyaksikan sebuah pertunjukan di Studio Teater Garasi pada tahun 2010, yang antara lain mementaskan karya SDD yang sudah beralih wahana. Seingat saya ada dramatic reading yang dibawakan oleh dua aktor Teater Garasi dan ada musikalisasi puisi pula pastinya. Beliau juga hadir di sana, tapi saya sebatas melihatnya dari jauh. Malam itu saya membeli buku Nokturno (lirik musikalisasi puisi), Pengarang Telah Mati, dan Pengarang Belum Mati. Dua buku terakhir merupakan bagian pertama dan kedua sebuah trilogi yang akhirnya diterbitkan sebagai sebuah buku berjudul Trilogi Soekram. Buku-buku beliau yang saya miliki selanjutnya adalah Pada Suatu Hari Nanti-Malam Wabah (kumpulan cerpen/2013), Hujan Bulan Juni (novel/2015), Bilang Begini, Maksudnya Begitu (apresiasi puisi/2015), dan Suti (novel/2016).
Ketika beredar kabar Pak Sapardi akan berada di Gramedia Sudirman pada Sabtu petang (26/8/2017), tentu saya antusias ingin menghadirinya. Saya membawa novel Hujan Bulan Juni yang ingin saya mintakan tanda tangan beliau. Acara yang dipandu Tia Setiadi tersebut ternyata dimulai tepat waktu dan saya telat sampai di tujuan. Banyak orang berdiri -karena hanya sedikit kursi yang tersedia- di salah satu sudut lantai I toko buku terbesar di Jogja itu, tapi semua tampak bergembira menyimak obrolan sang idola bersama Kang Tia dan ketika menanggapi pertanyaan teman-teman. Saya merasa beruntung bisa ngangsu kawruh kepada beliau sore itu. Banyak hal yang menarik yang beliau sampaikan dengan serius tapi santai, bahkan beberapa kali mengundang gelak tawa. Seperti misalnya ketika beliau bercerita bahwa puisi Aku Ingin sering diklaim orang yang tidak paham sebagai karya Kahlil Gibran. Kemudian menurut beliau, cerita dan berita itu sebenarnya tidak jauh berbeda, bedanya satu huruf belaka (c dan b). Setelah acara ngobrol diakhiri, ada sesi penandatanganan buku dan foto bersama SDD. Semula saya agak ragu ingin mengikutinya, tapi akhirnya saya ikut antre dan menikmatinya belaka. Saya pun mendapat tanda tangan Pak Sapardi, berfoto berdua bersamanya, dan seraya mencium tangannya saya mengucapkan. "Nyuwun pangestu dan matur nuwun ya, Pak." Saya pun meninggalkan Gramedia Sudirman dengan sebuah rasa yang nyaman. Saya berharap memiliki spirit berkarya yang lebih segar setelah malam Minggu itu. Sekiranya Om Adji masih ada, saya pasti segera mengabarinya bahwa saya baru bertemu dengan salah satu kawan karibnya. Tentu saya juga akan tetap berdoa, semoga Pak Sapardi tetap sehat dan bersemangat di masa tuanya yang masih aktif berkarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar