Jumat malam lalu, 18 Juli 2008, pendapa Tamansiswa Yogyakarta kembali menjadi ajang sebuah pentas seni. Yang tampil malam itu adalah Sanggar Anak Rengganis dan Taman Kesenian Tamansiswa Yogyakarta. Dari beragam nomor pertunjukan yang dipentaskan, mayoritas berbahasa Jawa. Ada deklamasi geguritan dan drama pendek dalam bahasa Jawa, juga ada deklamasi puisi yang dibawakan secara teatrikal dan sebuah tari tradisional Sumatera. Mereka yang tampil adalah anak-anak kecil usia SD dan beberapa remaja SMP-SMA. Menjadi sangat menarik karena mereka berbahasa Jawa di atas pentas, dengan gamelan sebagai musik pengiringnya. Padahal anak-anak sekarang, di Jogja sekalipun, tidak selalu berbahasa Jawa dalam berkomunikasi, kendati hanya bicara dalam keluarganya atau bersama teman-temannya pun. Yang juga istimewa, anak-anak itu berakting secara natural, tampil percaya diri, dan sangat hafal pada naskahnya. Padahal anak-anak yang sama tampil minimal dalam dua kali kesempatan. Salutlah bagi anak-anak dan para remaja itu, juga selamat untuk para pengajar dan orang tua mereka yang pasti sangat bangga. Tema-tema yang diangkat malam itu, antara lain tentang baik-buruknya televisi, tentang pentingnya menjaga kebersihan, dan tentang hitam-putihnya negeri kita ini. Kendati situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung membuat kita selalu berpikir negatif dan pesimis, tapi mestinya kita tetap selalu berpikir positif dan optimis, bahwa masih ada masa depan yang lebih apik nantinya. Mungkin begitulah salah satu intisari pentas malam itu.
Beberapa hari sebelumnya, dalam Festival Teater Anak yang berlangsung di kampung Pakel Mulyo, sebuah kelompok seni anak-anak dari pinggir kota Yogyakarta (termasuk Bantul/Sleman) menampilkan ketoprak singkat yang kocak dan menghibur, tentunya dalam bahasa Jawa pula. Lalu hari Minggu lalu, 20 Juli 2008, berlangsung sebuah pentas tari di TBY yang menampilkan sanggar-sanggar tari se-Yogyakarta, mayoritas pendukungnya adalah para pemuda pemudi yang tampil atraktif dan sangat dinamis. Barangkali kami di Yogyakarta bolehlah berlega hati bahwa masih banyak tunas harapan yang akan terus melestarikan dan mengembangkan seni budaya tradisi daerah kami. Semoga demikian pula yang terjadi di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Karena sejatinya begitu banyak pelajaran berharga dan kearifan lokal yang terkandung dalam beragam jenis seni budaya tradisi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar