Tetapi, itulah Umbu Landu Paranggi, Presiden Malioboro, yang sesudah kepergiannya tidak seorang pun mampu menggantinya. Seorang "penyair kehidupan" yang tata nilai kepenyairannya tak mampu kita hitung. Seorang guru paling setia, yang kemungkinan tidak pernah dilahirkan lagi oleh Indonesia. Seorang penggali, penumbuh, pemacu, pelecut, tukang bakar, dan tukang bikin gila, yang di Yogyakarta selalu lahir kembali sebagai fenomena - terutama ketika lingkungan kesusastraan menggelisahkan kemandekan kreatitivitas.
(Emha Ainun Nadjib dalam esai Ustad Umbu - 26 Februari 1983; dimuat di buku Slilit Sang Kiai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar