Dua hari raya umat Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, membawa barokah bagi kita semua. Saat Idul Fitri kita saling bermaafan, saling bersilaturahim, saling berkunjung, saling menjamu, tidak hanya antar umat Islam tetapi seluruh umat manusia, terutama di Indonesia, ikut larut dalam kegembiraan.
Saat Idul Adha kita belajar berkurban, belajar ikhlas, belajar berbagi dengan sesama manusia.
Saat Idul Adha kita belajar berkurban, belajar ikhlas, belajar berbagi dengan sesama manusia.
Dua hari raya itu juga sangat berkesan bagi saya khususnya dan bagi kami sekeluarga. Pada dua hari raya kala itu, kami menikmati kebersamaan yang tak dapat kami lupakan dengan bapak dan ibu.
Idul Fitri awal April 1992 ...
Ramadhan kala itu banyak kami nikmati di rumah sakit. Bapak dirawat di rumah sakit, sehingga kami makan sahur dan berbuka puasa di teras kamar rawat inap bapak. Ibu hampir tidak pernah pulang ke rumah, berangkat ke kantor dari rumah sakit dan segera kembali merawat bapak setelah menyelesaikan urusan kantor. Kakak-kakak yang sudah bekerja dan kami yang masih sekolah atau kuliah juga bergantian menemani ibu menjaga bapak.
Saat Idul Fitri tiba, usai sholat Ied kami semua berkumpul di kamar bapak. Saudara, tetangga, teman kantor ibu, semua bersilaturahim ke rumah sakit. Bapak tampak tersenyum gembira di hari itu, sejenak melupakan rasa sakitnya.
Ternyata sepuluh hari kemudian barulah kami menyadari bahwa inilah Idul Fitri terakhir kami bersama bapak. Usai kumandang adzan Isya, bapak meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Innalillahi wa innailaihi roji'un.
Ramadhan kala itu banyak kami nikmati di rumah sakit. Bapak dirawat di rumah sakit, sehingga kami makan sahur dan berbuka puasa di teras kamar rawat inap bapak. Ibu hampir tidak pernah pulang ke rumah, berangkat ke kantor dari rumah sakit dan segera kembali merawat bapak setelah menyelesaikan urusan kantor. Kakak-kakak yang sudah bekerja dan kami yang masih sekolah atau kuliah juga bergantian menemani ibu menjaga bapak.
Saat Idul Fitri tiba, usai sholat Ied kami semua berkumpul di kamar bapak. Saudara, tetangga, teman kantor ibu, semua bersilaturahim ke rumah sakit. Bapak tampak tersenyum gembira di hari itu, sejenak melupakan rasa sakitnya.
Ternyata sepuluh hari kemudian barulah kami menyadari bahwa inilah Idul Fitri terakhir kami bersama bapak. Usai kumandang adzan Isya, bapak meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Innalillahi wa innailaihi roji'un.
Idul Adha akhir tahun 2006 ...
Kali ini ibu yang dirawat di rumah sakit. Malam itu saya menemani ibu di kamar rawat inap. Saya menuntun ibu untuk bertakbir, dan tampak bibir ibu bergerak mencoba untuk bertakbir di malam Idul Adha, sementara janin di dalam kandungan saya ikut bergerak lembut menemani ibunya bertakbir bersama eyang putrinya.
Malam berikutnya adalah malam tahun baru. Saat itu saya dan suami berkeliling kota mencarikan donor darah untuk ibu yang rencananya akan melakukan cuci darah keesokan harinya. Suara takbir masih bergema diselingi suara kembang api menyambut tahun baru, dan lagi-lagi janin di dalam kandungan saya ikut bergerak lembut berusaha menenangkan hati ibunya yang sedang gelisah.
Hari pertama di tahun baru, usai bertemu eyang putri yang rawuh dari Jakarta, ibu tersenyum bahagia. Dan itulah senyum terakhir ibu. Sore itu, di awal tahun 2007, ibu kembali ke pangkuan Sang Pencipta. Innalillahi wa innailaihi roji'un.
Kali ini ibu yang dirawat di rumah sakit. Malam itu saya menemani ibu di kamar rawat inap. Saya menuntun ibu untuk bertakbir, dan tampak bibir ibu bergerak mencoba untuk bertakbir di malam Idul Adha, sementara janin di dalam kandungan saya ikut bergerak lembut menemani ibunya bertakbir bersama eyang putrinya.
Malam berikutnya adalah malam tahun baru. Saat itu saya dan suami berkeliling kota mencarikan donor darah untuk ibu yang rencananya akan melakukan cuci darah keesokan harinya. Suara takbir masih bergema diselingi suara kembang api menyambut tahun baru, dan lagi-lagi janin di dalam kandungan saya ikut bergerak lembut berusaha menenangkan hati ibunya yang sedang gelisah.
Hari pertama di tahun baru, usai bertemu eyang putri yang rawuh dari Jakarta, ibu tersenyum bahagia. Dan itulah senyum terakhir ibu. Sore itu, di awal tahun 2007, ibu kembali ke pangkuan Sang Pencipta. Innalillahi wa innailaihi roji'un.
Sudah cukup lama bapak dan ibu meninggalkan kami. Selalu ada saat-saat di mana kenangan bersama bapak dan ibu muncul di benak kami, dalam obrolan kami, menjadi bunga tidur kami, menjadi obat bagi kami, menjadi inspirasi dan motivasi bagi kami. Hanya doa yang bisa kami kirimkan untuk bapak dan ibu, semoga beliau berdua tenang dan bahagia di sisiNya.
Aamiin ...
Aamiin ...
(Hapsari Satya Lestari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar