Kamis, 30 Juni 2016

Hawa Nafsu

Hawa nafsumu adalah ibu semua berhala; berhala benda adalah ular, berhala rohani adalah naga.
Menghancurkan berhala itu mudah, mudah sekali; namun menganggap mudah mengalahkan nafsu adalah tolol. (Jalaluddin Rumi)

Sabtu, 25 Juni 2016

Berlatih Menaklukkan Amarah

Jangan hanya melatih diri menundukkan nafsu syahwat, berlatihlah juga menaklukkan nafsu amarah dan kebencian. (A. Mustofa Bisri)

Senin, 20 Juni 2016

Energi Cinta

Cinta adalah energi sekaligus substansi kehidupan yang memekikkan persaudaraan dan perdamaian tulus pada semua manusia tanpa memandang baju primordialnya, baik itu berupa agama, ras, jenis kelamin, keyakinan, ideologi, afiliasi politik, dan lain-lain. Cinta bahkan bisa mengatasi dan melampaui agama-agama yang kadang terdangkalkan karena faktor institusionalisasi.
Dengan energi Cinta yang menggelegak, seseorang tak pernah jera dan putus asa untuk menyuarakan perdamaian dan kasih sejati di tengah kekuasaan dan perang yang terus terjadi dalam sejarah umat manusia dari waktu ke waktu. Cinta kadang juga diwarnai dengan pengorbanan untuk mewujudkan kebaikan dan keindahan hidup. 
(Maman Imanulhaq)

Kamis, 16 Juni 2016

Memasuki 10 Hari Kedua Ramadan

Seandainya 10 hari pertama Ramadan tahun ini dilalui tanpa membuka facebook maupun menonton berita di televisi, sepertinya adem ayem belaka yang kami rasakan. Memasuki 10 hari kedua dan selanjutnya, semoga ibadah kita saat Ramadan lebih khusyuk dijalani, tidak banyak hiruk pikuk lagi. (LSP)

Senin, 13 Juni 2016

Kekayaan dan Kemiskinan

Kekayaan dan kemiskinan sama baiknya sepanjang manusia sanggup menggunakan akal dan nuraninya untuk memperlakukan kekayaan sebagai sumber rasa syukur. Kemiskinan adalah pintu cahaya Allah sepanjang manusia sanggup menggunakan akal dan nuraninya untuk mendayagunakan kemiskinan sebagai perangkat ilmu hikmah. 
Hidup orang Maiyah tidak tergantung kekayaan atau kemiskinan, tetapi tergantung pada proses pembelajaran menggunakan akal dan nuraninya untuk menyutradarai hidup menuju yang pantas dituju. (Emha Ainun Nadjib)

Senin, 06 Juni 2016

Tujuan Berpuasa

Al-Quran menyatakan  bahwa  tujuan puasa yang hendaknya diperjuangkan  adalah untuk mencapai ketakwaan atau la’allakum tattaqun. Dalam  rangka  memahami  tujuan  tersebut, perlu digarisbawahi penjelasan dari Nabi Saw. misalnya,  “Banyak  di  antara  orang  yang   berpuasa  tidak memperoleh   sesuatu  dari puasanya,  kecuali  rasa  lapar  dan dahaga.” Ini berarti bahwa menahan diri dari  lapar  dan  dahaga  bukan tujuan  utama dari puasa. Ini dikuatkan pula dengan firman-Nya bahwa  “Allah  menghendaki   untuk   kamu   kemudahan bukan kesulitan.”
Di  sisi  lain,  dalam  sebuah  hadis  qudsi, Allah berfirman, “Semua amal putra-putri Adam  untuk  dirinya,  kecuali  puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang memberi ganjaran atasnya.”

Ini  berarti pula bahwa puasa merupakan satu ibadah yang unik. Tentu saja banyak segi keunikan puasa yang dapat  dikemukakan,misalnya  bahwa  puasa  merupakan  rahasia  antara  Allah  dan pelakunya  sendiri.  Bukankah  manusia  yang  berpuasa   dapat bersembunyi  untuk  minum  dan  makan? Bukankah sebagai insan, siapa pun yang berpuasa, memiliki keinginan untuk  makan  atau minum  pada  saat-saat  tertentu  dari  siang hari puasa? Jika demikian, apa motivasinya  menahan  diri  dan  keinginan itu?  Tentu  bukan karena takut atau segan dari manusia, sebab jika demikian, dia dapat  saja  bersembunyi  dari  pandangan mereka. Di  sini  disimpulkan  bahwa  orang  yang  berpuasa, melakukannya demi  karena  Allah  Swt.

Puasa bisa dilakukan manusia dengan   berbagai  motif,  misalnya : protes, kesehatan, penyucian  diri, dan lainnya.  Tetapi  seorang  yang  berpuasa  Ramadhan dengan benar, sesuai dengan cara yang dituntut oleh Al-Quran, maka pastilah ia akan melakukannya karena Allah semata.
(M.Quraish Shihab)

Puasa dalam Lintasan Sejarah

Puasa tidak hanya diwajibkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya. Jauh sebelum masa Rasulullah, kewajiban puasa telah disyariatkan dengan penerapan yang berbeda-beda. Samirah Sayid Sulaiman Bayumi, tokoh fiqih kontemporer dari Mesir mencatat perbedaan syariat itu. Menurut catatannya, Nabi Nuh AS berpuasa sepanjang tahun. Nabi Daud AS juga melaksanakannya dengan cara sehari berpuasa, sehari berbuka, dan seterusnya. Sedangkan Nabi Isa AS bepuasa satu hari dan berbuka dua hari atau lebih. Adapun untuk Nabi Muhammad SAW dan umatnya, puasa ditetapkan sebulan penuh pada bulan Ramadhan yang dilaksanakan pada siang hari.

Sumber lain menyebutkan bahwa orang Mesir kuno –sebelum mereka mengenal agama samawi- telah mengenal puasa. Dari mereka praktik puasa beraih ke orang Yunani dan Romawi. Puasa juga dikenal dalam agama penyembah bintang, demikian pula dalam agama Budha, Yahudi, dan Kristen. Ibn an-Nadim dalam bukunya al-Fahrasat, sebagaimana dikutip Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, menyebutkan agama para penyembah binatang berpuasa 30 hari dalam setahun, ada pula puasa tidak wajib 16 dan 27 hari. Dalam agama Budha pun dikenal puasa sejak terbit sampai terbenamnya matahari. Mereka melakukan puasa empat hari dalam sebulan. Orang Yahudi mengenal puasa 40 hari dan beberapa puasa untuk mengenang nabi-nabi atau peristiwa penting dalam sejarah mereka. Dalam agama Kristen pun puasa ada. Kendati dalam kitab Perjanjian Baru tidak ada isyarat tentang kewajiban puasa, tapi dalam praktik keberagamaan mereka dikenal beragam puasa yang ditetapkan oleh para pemuka agama. (Hidayah)