Berbilang bulan sudah tiada catatan apa pun di wahana apresiasi seni budaya ini. Adanya ‘mainan baru’ bernama facebook yang kuakrabi sejak akhir Januari 2009 membuat perkembangan ruangan ini terhenti sementara tempo. Namun di sisi lain, memang aktivitas kesenianku tidak sekencang sekian bulan di tahun 2008 silam. Bahkan untuk sekadar menonton pertunjukan atau pameran seni pun intensitasnya berkurang. Sejak Januari hingga April 2009 hanya pernah kuhadiri launching band indie Nervous di LIP (30/1), diskusi karya musisi Tom Waits bersama Tomi Simatupang dkk di Studio Teater Garasi (9/2), dan malam sastra dalam rangka 50 tahun sebuah komunitas seni kondang Jogja di TBY (1/4).
Bersama anak-anak AFC, kami sempat tampil sebagai selingan sebuah lomba di Saphir Square (25/1) dan pentas di panggung gembira Sekaten di alun-alun utara (6/3).
Untuk kedua kalinya sejak aku bergabung di AFC, anak-anak tari, teater, dan vokal kembali unjuk kemampuan di atas panggung gembira Sekaten pada Jumat, 6 Maret 2009 lalu. Berangkat dari TBY ditemani gerimis, mereka diperkirakan mulai tampil menjelang azan Maghrib. Karena kelompok seni lainnya melakukan perubahan rencana, jadwal tampil AFC jadi tertunda. Dan kami dari kelas vokal ternyata diberi jatah terakhir sebagai penuntas pentas dari AFC. Baru setelah azan Isya’ kami baru bisa naik panggung. Sebagai tanda mataku buat anak-anak yang tetap ceria dan bersemangat, kendati mesti lama menunggu dan pulang kehujanan, telah kutulis sebuah puisi.
Penuntas Pentas
jingga senja enyah sudah
gelap mengendap selubungi bumi
nyaris gerimis rontokkan dahan
sabar menyebar, lumpuh luruh
tiba masa penuntas pentas
berkibar kobar asa menyala
kumandang tembang dengar terhampar
rona bahagia abaikan hujan
Rabu malam, 1 April 2009, aku dan Elang sepupuku menghadiri ’Malam Sastra 50 Tahun Sanggar Bambu’ di serambi ruang pameran TBY. Elang antusias ingin datang karena kedua orang tuanya pernah aktif di komunitas itu, semasa mereka masih muda dan tinggal di Jogja. Ada pembacaan cerpen dan pembacaan/musikalisasi puisi materi acaranya. Kami datang sudah rada telat. Yang menarik adalah storytellling oleh Dinar Saja, yang sekian bulan silam pernah kulihat di Bincang-Bincang Sastra. Dia membawakan cerpen ’Tuhan Dijual Murah’ karya Danarto secara monolog tanpa teks. Salut buat bung Dinar! Yang juga apik, pembacaan cerpen ’Godlob’ karya Danarto lainnya oleh Landung Simatupang, yang diiringi musik oleh Tomi putranya dan seorang rekannya. Seusai pertunjukan, kami ngobrol sejenak dengan Tomi dan melihat pameran senirupa –dalam rangka 50 tahun Sanggar Bambu pula- di ruang pameran. Sehabis itu kami pulang, karena lampu ruangan sudah mulai dimatikan.